Jumat, 04 Agustus 2017

Laporan Titrimetri



A.  Judul Percobaan
            Titrimetri

B.  Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan mampu :
1.    Mempelajari standarisasi asam klorida.
2.    Mengetahui titrasi dan penentuan indikator yang sesuai dengan titrasi campuran karbonat dan bikarbonat.

C.  Landasan Teori
       Analisis kimiawi menetapkan komposisi kualitatif dan kuantitatif suatu materi. Konstituen-konstituen yang akan dideteksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, radikal, gugus fungsi, senyawaan atau fase. Penentuan dengan teliti suatu komponen didalam matriks beberapa komponen lainnya yang mirip memerlukan pengaturan yang seksama kondisi seperti pH, kompleksan, perubahan tingkat oksidasi. Analisis umumnya terdiri atas analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Biasanya analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis kuantitatif (Khopkar,2010:5).
       Analisis kualitatif menghasilkan data kualitatif, seperti terbentuknya endapan, warna, gas maupun non numerik lainnya. Tujuan utama analisis kualitatif adalah mengidentifikasi komponen dalam zat kimia. Umumnya analisis kualitatif hanya dapat diperoleh indikasi kasar dari komponen penyusun suatu analit. Analisis kualitatif biasanya digunakan sebagai langkah awal untuk analisis kuantitatif. Pada berbagai cara analisis modern, seperti cara-cara analisis spektroskopi dapat dilakukan analisis kualitatif dan kuantitatif secara bersamaan, sehingga waktu dan biaya analisis dapat ditekan seminimal mungkin dan perolehan hasilnya lebih akurat (Ibnu,2004:1).
       Uji kualitatif batuan pada penelitian pemisahan merkuri dari batuan cinnabar dengan asam dan campuran asam-kalium iodida dilakukan dengan instrument XRF dan XRD. Analisis batuan dengan XRF dilakukan untuk mengetahui komposisi logam-logam yang ada di batuan tersebut. Hasil analisis dengan XRF menunjukkan bahwa komponen mayor dari batuan tersebut adalah besi (Fe) dan merkuri (Hg) dengan dengan masing-masing 13,5% dan 68,3%. Sedangkan analisis kualitatif dengan XRD dilakukan untuk mengetahui jenis mineral atau bentuk mineral di dalam batuan. Difraktogram XRD diolah menggunakan perangkat lunak High Score Plus (Maulidiah,2015:110-111).
       Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyusun lebih dari sekitar 1% dari sampel, maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Zat itu dianggap konstituen minor jika jumlahnya berikisar antara 0,01 hingga 1% dari sampel. Terakhir, suatu zat yang hadir hingga kurang dari 0,01% dianggap sebagai konstituen perunut. Kualifikasi lain dari analisis kuantitatif bisa didasarkan pada ukuran dari sampel yang tersedia untuk dianalisis (Day,1999:2).
       Menurut Kopkar (2010:6), tahap penentuan analisis kuantitatif adalah :
1)        Penarikan sampel: Haruslah dapat mewakili materi yang akan dianalisis secara utuh;
2)        Mengubah konstituen yang diinginkan kebentuk yang dapat terukur: Ini bersangkutan dengan metode pemisahan. Pemilihan teknik-teknik pemisahan untuk suatu situasi yang spesifik tergantung pada sejumlah faktor-faktor;
3)        Pengukuran konstituen yang diinginkan: Berbagai sifat-sifat fisika atau kimia dapat digunakan sebagai suatu cara identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif atau keduanya;
4)        Penghitungan dan interpretasi data analitik: Suatu analisis dapat dikatakan selesai bila hasil-hasilnya dinyatakan sedemikian rupa sehingga si peminta dapat memahami artinya.
       Metode titrimetri yang dikenal sebagai metode volumetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah komponen dari dari larutan sampel yang hendak ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah larutan standar yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya (Ibnu,2004:93).
Menurut Day (1999:44), reaksi kimia yang mungkin diperlukan sebagai basis dari penentuan titrimetri telah dikelompokkan kedalam empat tipe :
1)        Asam-basa. Ada sejumlah besar asam basa yang dapat ditentukan oleh titrimetrik. Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida;
2)        Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas dalam analisis titrimetrik. Sebagai contoh, besi dengan tingkat oksidasi +2 dapat dititrasi dengan sebuah larutan standar dari serum (IV) sulfat;
3)        Pengendapan. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan secara luas dalam prosedur titrimetrik.
4)        Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi dimana terbentuk suatu kompleks stabil ion perak dan sianida.
       Titrasi adalah pengukuran volume suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tertentu reaktan lainnya. Seringkali titrasi digunakan untuk mengukur volume larutan yang ditambahkan pada suatu larutan yang telah diketahui volumenya. Biasanya konsentrasi dari salah satu larutan dikenal sebagai larutan standar, yang telah diketahui dengan tepat. Dalam titrasi asam basa perubahan pH sangat kecil hingga hampir tercapai titik ekivalen. Pada saat tercapai titik ekivalen penambahan sedikit asam atau basa akan menyebabkan perubahan pH sangat besar. Perubahan pH yang besar ini seringkali dideteksi dengan zat yang dikenal sebagai indikator, yaitu suatu senyawa (organik) yang akan berubah warnanya dalam  rentang pH tertentu. Titik atau kondisi penambahan asam atau basa dimana terjadi perubahan warna indikator dalam suatu titrasi dikenal sebagai titik akhir titrasi (Ibnu,2004:100).
       Penentuan titik akhir titrasi 10 mL NH4OH 0,1 N oleh HCl 0,1 N dapat diketahui dengan indikator kurkumin dan pembanding indikator mo. Prosentase kesalahan 0,18% ditunjukkan oleh indikator kurkumin terhadap indikator mo pada titrasi di atas sangat kecil, sehingga kurkumin layak digunakan sebagai indikator dalam reaksi titrasi asam basa untuk alternatif pengganti methyl orange (mo). Apabila pH yang terjadi pada titik akhir titrasi kita bandingkan dengan pH titrasi asam basa pada umumnya, akan terlihat bahwa pada titrasi NaOH oleh HCl, penggunaan indikator fenol-ftalein sangat tepat karena pada kondisi inilah merupakan daerah curam yang perubahan warnanya terjadi secara mendadak. Perbedaan pH yang diperoleh pada penggunaan indikator kurkumin tidak jauh berbeda dengan indikator fenolftalein (Harjanti,2008:52-53).
Analisis dengan metode titrimetri didasarkan pada reaksi kimia seperti:
aA   +   tT                    produk
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. Pereaksi T disebut sebagai titran ditambahkan secara kontinu biasanya dari sebuah buret dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan standardisasi. Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan kepada A. Selanjutnya akan dikatakan titik ekivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti menambahkan titran, kimiawan menggunakan bahan kimia yaitu indikator (Day,1999:43).
      Menurut Ibnu (2004:95), agar dihasilkan ketepatan analit yang dianalisis berbagai reaksi yang terlibat dalam metode titrimetri harus memenuhi 4 (empat) persyaratan pokok yang meliputi:
1)        Reaksi kimia yang berlangsung harus mengikuti persamaan reaksi tertentu dan tidak ada reaksi sampingnya, sehingga prinsip stoikiometri untuk penetapan hasil reaksi dapat dirumuskan dengan tepat;
2)        Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna pada titik akhir titrasi, atau dengan kata lain tetapan kesetimbangan reaksinya sangat besar;
3)        Harus ada metode yang tepat untuk menetapkan titik ekivalen. Indikator atau perangkat instrumen yang tepat harus mampu memberikan tanda-tanda yang jelas pada saat tercapainya titik ekivalen;
4)        Reaksi yang terlibat garus berlangsung cepat, sehingga proses titrasi hanya berlangsung dalam beberapa menit, titik ekivalen segera diketahui dengan cepat.
       Senyawa o-fenilazo-2-naftol dan metil jingga dapat digunakan sebagai indicator pada titrasi asam kuat ( HCl) 0,1 N dan basa lemah (NH3) 0,1 N karena pKHin dari o-fenilazo-2naftol dan metil jingga mendekati pH titik ekivalen dari titrasi tersebut yaitu pada pH ± 5. Pada titrasi ini HCl digunakan sebagai titran yang sebelumnya sudah dibakukan dengan NaOH. Pembakuan NaOH dengan asam oksalat dilakukan tiga kali ulangan titrasi didapat normalitas rata-rata NaOH adalah 0,0986 N. Kemudian NaOH 0,0986 N digunakan untuk standarisasi HCl. Dengan tiga kali ulangan titrasi, didapat normalitas rata-rata HCl adalah 0,0996 N. Kemudian HCl 0,0996 N digunakan untuk mentitrasi 50,0 mL NH3 sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah (Suirta,2010:33).
       Standarisasi adalah proses dimana konsentrasi larutan ditentukan secara akurat. Suatu larutan standar terkadang dapat dipersiapkan dengan menguraikan suatu sampel dari zat terlarut yang diinginkan dan menimbang secara akurat dalam suatu larutan yang volumenya diukur secara akurat. Metode ini umumnya tidak dapat diterapkan, karena bagaimanapun juga, jarang reagen kimiawi diperoleh dalam bentuk  murni untuk memenuhi kebutuhan dalam hal keakuratan. Segelintir substansi yang memadai untuk hal ini disebut standar primer. Lebih umum lagi, sebuah larutan distandarisasi dengan titrasi, dimana larutan tersebut bereaksi dengan sejumlah standar primer dimana sebelumnya larutan tersebut telah ditimbang (Day,1999:50).
       Metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam  normalitas (g.ek/l). Larutan standar disiapkan dengan menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua standar tersedia dalam keadaan murni. Oleh karena itu dikenal standar primer, yaitu zat yang tersedia dalam komposisi kimia yang jelas dan murni. Larutan tersebut hanya bereaksi pada kondisi kimia yang jelas dan murni. Larutan tersebut hanya bereaksi pada kondisi titrasi dan tidak melakukan reaksi sampingan (Khopkar,2010:40).
       Larutan standar yang digunakan sebagai titran harus diketahui dengan tepat konsentrasinya. Biasanya, larutan standar dibuat dengan cara melarutkan sejumlah berat tertentu bahan kimia pada sejumlah tertentu pelarut yang sesuai. Cara ini mudah dilakukan, tetapi hasilnya seringkali kurang tepat, karena hanya sedikit jenis zat kimia bahan titran yang diketahui dalam keadaan murni. Zat kimia yang benar-benar murni bila ditimbang dengan tepat dan dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut yang sesuai menghasilkan larutan standar primer. Larutan standar lain yang ditetapkan konsentrasinya melalui titrasi dengan menggunakan larutan standar primer dikenal sebagai larutan standar sekunder (Ibnu,2004:97-98).
       Menurut Day (1999:51) standar primer harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1)        Harus tersedia dalam bentuk murni, atau dalam suatu tingkat kemurnian yang diketahui, pada suatu tingkat biaya yang logis. Secara umum, jumlah total dari pengotor tidak boleh melebihi 0,01 sampai 0,02% dan harus dilakukan tes untuk mendeteksi kuantitas pengotor-pengotor tersebut melalui tes kualitatif dengan sensitivisme yang diketahui.
2)        Substansi tersebut harus stabil. Harus mudah dikeringkan dan tidak terlalu higroskopis sehingga tidak banya menyerap air selama penimbangan. Substansi tersebut seharusnya tidak kehilangan berat bila terpapar udara. Garam hidrat biasanya tidak dipergunakan sebagai standar primer.
3)        Yang diinginkan adalah standar primer tersebut mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi agar dapat meminimalisasi konsekuensi galat pada saat penimbangan.

D.  Alat dan Bahan
1.    Alat
a.    Labu Erlenmeyer 250 ml                            9 buah
b.    Spatula                                                       1 buah
c.    Batang pengaduk                                       1 buah
d.   Gelas kimia 50 ml                                       1 buah
e.    Pipet tetes                                                   3 buah
f.     Labu takar 100 ml                                     1 buah
g.    Pipet volum 25 ml                                      2 buah
h.    Ball pipet                                                    2 buah
i.      Corong biasa                                              3 buah
j.      Statif dan klem                                           @ 2 buah
k.    Buret 50 ml                                                            2 buah
l.      Botol semprot                                             1 buah
m.  Neraca analitik                                           1 buah 
n.    Lap kasar                                                    1 buah
o.    Lap halus                                                    1 buah
2.    Bahan
a.    Boraks (Na2B4O7 . 10H2O)
b.    Larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N
c.    Sampel campuran karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-)
d.   Indikator metil orange (MO)
e.    Larutan barium klorida (BaCl2) 10%
f.     Aquadest (H2O)
g.    Kertas saring
h.    Tissue

E.  Prosedur Kerja
1.    Standarisasi larutan HCl
a.    Sebanyak 0,381 gram boraks (Na2B4O7 . 10H2O) ditimbang dan dilarutkan dengan 10 ml aquades didalam gelas kimia 50 ml
b.    Larutan boraks dimasukkan kedalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml
c.    Larutan boraks diambil dengan menggunakan pipet volum dan dimasukkan ke dalam 3 labu Erlenmeyer yang berbeda masing-masing sebanyak 25 ml
d.   Ketiga labu Erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator metil orange (MO)
e.    Larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dimasukkan ke dalam buret 50 ml
f.     Ketiga larutan boraks dititrasi dengan menggunakan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran dicatat
g.    Volume rata-rata dari titran yang digunakan dihitung
2.    Penentuan Campuran Karbonat dan Bikarbonat
a.    Sebanyak 25 ml larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat diambil menggunakan pipet volum
b.    Sampel campuran karbonat dan bikarbonat yang telah dipipet dimasukkan ke dalam 6 labu Erlenmeyer masing-masing dimasukkan sebanyak 25 ml
c.    3 tetes indikator metil orange (MO) ditambahkan kedalam 3 labu Erlenmeyer
d.   Ketiga sampel campuran karbonat dan bikarbonat kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran dicatat
e.    Volume titran rata-rata dicatat sebagai V1 (ml)
f.     3 labu Erlenmeyer yang lain ditambahkan beberapa tetes larutan BaCl2 10% sampai tidak terbentuk endapan putih lagi.
g.    Endapan dibiarkan turun dan kemudian disaring dengan menggunakan corong yang dilengkapi dengan kertas saring
h.    Filtrat kemudian ditambahkan 3 tetes indikator metil orange
i.      Filtrat dititrasi dengan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran dicatat
j.      Volume titran rata-rata dicatat sebagai V2 (ml)
k.    Kadar karbonat dan bikarbonat dihitung

F.   Hasil Pengamatan
No
Perlakuan
Hasil
1.









2.
Standarisasi larutan HCl 0,1 N
·    Boraks ditimbang
·    Boraks dilarutkan dengan H2O sampai volume 100 mL
·    25 mL larutan Boraks +2-3 tetes indikator metil orange
·    Titrasi I
·    Titrasi II
·    Titrasi III
·    Volume rata-rata
Penentuan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
·  25 mL larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
·  Sampel campuran + 2-3 tetes indikator metil orange
Dengan HCl 0,1 N
·  Titrasi I
·  Titrasi II
·  Titrasi III
·  Volume rata-rata
o   25 mL larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
·  Sampel campuran + BaCl2 10% sampai tidak terbentuk endapan
·  Disaring, Filtrat + 2-3 tetes indikator metil orange
Dengan HCl 0,1 N
·  Titrasi I
·  Titrasi II
·  Titrasi III
·  Volume rata-rata


0,381 gram
Larutan (bening)

Larutan berwarna kuning

V1 =7,55 mL
V2 =7,10 mL
V3 =7, 35mL
=7, 33 mL



Larutan bening

Larutan berwarna kuning


V1 =7,37 mL
V2 =7,45 mL
V3 =7,82 mL
=7,54 mL
Larutan (bening)

Terbentuk endapan putih

Larutan (bening), Larutan berwarna kuning
V1 =1,21 mL
V2 =1,34 mL
V3 =1,33 mL
=1,29 mL


G. Analisis Data
1.    Standarisasi Larutan HCl
Dik :  W                  = 0,381 gram = 381 mg
  BM Boraks    = 381 mg/mmol
          V1                 = 7,55 ml
          V2                 = 7,10 ml
          V3                 = 7,35 ml
                            = 7,33 ml
Dit : N HCl = …..?
Penye :
 =
 = 0,0682 N
2.    Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
Dik : N HCl = 0,0682 N
          V1         = 7,54 mL
          V2       = 1,29 mL
Dit : a. Kadar HCO3- =….?
 b. Kadar CO3- =……?
Penye :
a.    Kadar HCO3-  =
=
= 0,0205 M
= 0,0205 mmol/ml                    
b.    Kadar CO3 =
                            = 
                            =
                            = 0,0085 M
                            = 0,0085 mmol/ml
H.  Pembahasan
       Metode titrimetri yang dikenal sebagai metode volumetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi harus brlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping. Selain itu reagen penitrasi yang berlebih, maka harus dapat diketahui dengan suatu indikator (Khopkar,2010:39).
1.    Standarisasi larutan HCl
       Standarisasi adalah suatu proses penentuan konsentrasi larutan. Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam-basa, diperlukan suatu larutan standar. Larutan standar adalah suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya dan biasanya berupa larutan asam atau larutan basa yang mantap (konsentrasinya tidak berubah. Larutan standar terbagi atas larutan satndar primer dan larutan standar sekunder. Larutan standar primer yaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung karena didapatkan dari hasil penimbangan. Umumnya kadarnya dinyatakan dalam normalitas. Adapun syarat-syarat larutan standar primer antara lain : mempunyai kemurnian tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami perubahan saat penimbangan, berat ekivalen yang tinggi serta larutannya stabil dalam penyimpanan. Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan standarisasi dengan larutan standar primer. Adapun syarat-syarat yang dimiliki larutan standar primer, yaitu berat ekivalennya tinggi serta larutannya tidak stabil dalam penyimpanan(Tim Dosen Kimia Dasar,2016:5).
       Percobaan ini bertujuan untuk menstandarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan boraks. Adapun metode yang digunakan adalah titrimetri dimana titrimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia. Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah komponen dari dari larutan sampel yang hendak ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah larutan standar yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya (Ibnu,2004:93). Pada percobaan ini yang bertindak sebagai larutan standar sekunder adalah HCl dikarenakan konsentrasinya selalu berubah-ubah dan tidak stabil dalam penyimpanan, maka larutan HCl perlu distandarisasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan standar primer dimana larutan standar primer yang digunakan adalah larutan boraks karena larutan boraks stabil dalam penyimpanan dan konsentrasinya tidak berubah-ubah. Alasan lainnya mengapa boraks digunakan  sebagai larutan standar primer karena merupakan basa lemah yang mampu bereaksi dengan larutan HCl yang merupakan asam kuat, dimana reaksi antara boraks dengan HCl terjadi reaksi yang sempurna. Asam klorida (HCl) akan bereaksi dengan boraks (Na2B4O7.10H2O) membentuk garam yang bersifat asam.
       Percobaan ini dilakukan dengan melarutkan kristal boraks kedalam air untuk menghasilkan larutan boraks yang diencerkan dalam labu takar. Hal ini dikarenakan labu takar memiliki ketelitian yang lebih akurat dimana diameter labu takar sangat kecil sehingga dalam melakukan pengenceran larutan boraks digunakan labu takar. Kemudian larutan boraks yang bening ditambahkan indikator metil orange. Indikator metil orange berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya warna larutan dari kuning menjadi orange yang disebabkan karena indikator metil orange. Titik pada saat indikator memberikan perubahan disebut titik akhir titrasi, dan pada saat ini titrasi harus dihentikan. Idealnya bila indikator dan kondisi titrasi sesuai, maka titik akhir titrasi dan titik ekivalen akan berimpit atau setidaknya hanya terdapat sedikit perbedaan. Dimana titik ekivalen adalah titik dimana mol asam dan mol basa sama (Tim Dosen Kimia Dasar,2016:6). Indikator metil orange digunakan pada standarisasi larutan HCl ini dikarenakan indikator metil orange memiliki trayek pH 3,1-4,5 (Ibnu,2004:113) dimana trayek pH indikator tersebut bersifat asam yang sesuai dengan larutan HCl yang akan distandarisasi juga bersifat asam.
      Larutan boraksi yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N. Larutan sebelum dititrasi berwarna kuning dan setelah dititrasi berubah menjadi orange yang disebabkan oleh indikator metil orange. Percobaan ini dilakukan tiga kali titrasi. Tujuannya yaitu untuk dapat membandingkan volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi selain itu juga agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut 7,55 ml, 7,10 ml, dan 7,35 ml. Volume rata-rata titran yang diperoleh yaitu 7,33 ml, sedangkan normalitas HCl yaitu  0,0682 N artinya konsentrasi HCl standar yang digunakan adalah 0,0682 N. Normalitas yang diperoleh menandakan bahwa HCl standar yang digunakan  yaitu lebih encer dari konsentrasi HCl sebelum distandarisasi yaitu sebelum distandarisasi 0,1 N dan setelah distandarisasi 0,0682 N hal ini dikarenakan larutan HCl yang digunakan telah diencerkan dengan air yang menyebabkan konsentrasi yang diperoleh lebih encer selain itu juga kurangnya ketelitian praktikan saat melakukan titrasi yang menyebabkan volume titran yang diperoleh tidak terlalu dekat yang mempengaruhi pada konsentrasi HCl yang diperoleh.
Adapun reaksi yang terjadi :
Na2B4O7 . 10H2O(s)  +    2HCl(aq)                     2NaCl(aq)    +   4H3BO3(aq)     + 5H2O(l)
        (boraks)           (asam klorida)        (natrium klorida)   (asam borat)      (air)
2. Penentuan campuran karbonat dan bikarbonat
       Percobaan ini dilakukan bertujuan untuk menentukan kadar karbonat dan bikarbonat dalam sampel campuran karbonat dan bikarbonat yang juga dilakukan titrasi dengan metode titrimetri. Pada percobaan pertama dilakukan untuk mengetahui kadar karbonat dalam campuran karbonat dan bikarbonat dimana dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan standar HCl 0,1 N. Titrasi adalah pengukuran volume suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah tertentu reaktan lainnya. Seringkali titrasi digunakan untuk mengukur volume larutan yang ditambahkan pada suatu larutan yang telah diketahui volumenya. Biasanya konsentrasi dari salah satu larutan dikenal sebagai larutan standar, yang telah diketahui dengan tepat (Ibnu,2004:100). Percobaan ini dilakukan dengan larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat ditambahkan dengan indikator metil orange. Indikator metil orange berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya warna larutan dari kuning menjadi orange yang disebabkan karena indikator metil orange. Larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N. Larutan sebelum dititrasi berwarna kuning dan setelah dititrasi berubah menjadi orange yang disebabkan oleh indikator metil orange. Percobaan ini dilakukan tiga kali titrasi. Tujuannya yaitu untuk dapat membandingkan volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi selain itu juga agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut 7,37 ml, 7,45 ml dan 7,82 ml dan volume rata-rata titran yang diperoleh yaitu 7,54 ml. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, kadar karbonat (CO32-) yang diperoleh yaitu 0,0085 M, artinya kadar karbonat yang terdapat dalam sampel campuran karbonat dan bikarbonat yaitu sebesar 0,0085 mmol/ml.
       Percobaan kedua yaitu untuk menentukan kadar bikarbonat dalam sampel campuran karbonat dan bikarbonat. Percobaan ini dilakukan dengan larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat ditambahkan dengan BaCl2 10% yang berfungsi untuk mengendapkan ion karbonat (CO32-) sampai membentuk BaCO3 yang ditandai dengan adanya endapan putih sehingga yang tersisa pada larutan hanya bikarbonatnya. Penambahan BaCl2 ini dilakukan sampai tidak terbentuk endapan lagi yang menandakan pada larutan hanya tersisa bikarbonat dan ion karbonat telah terendapkan. Larutan dengan endapan putih disaring yang bertujuan untuk memisahkan endapat yang terbentuk (ion karbonat) dengan larutannya. Setelah diasaring larutan bening kemudian filtrat ditambahkan dengan indikator metil orange. Indikator metil orange berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai dengan berubahnya warna larutan dari kuning menjadi orange yang disebabkan karena indikator metil orange. Larutan yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N. Larutan sebelum dititrasi berwarna kuning dan setelah dititrasi berubah menjadi orange yang disebabkan oleh indikator metil orange. Percobaan ini dilakukan tiga kali titrasi. Tujuannya yaitu untuk dapat membandingkan volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi selain itu juga agar hasil yang diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut 1,21 ml, 1,34 ml dan 1,33 ml dan volume rata-rata titran yang diperoleh yaitu  1,29 ml. Berdasarkan volume titran yang diperoleh menandakan bahwa larutan sampel yang digunakan sangat encer hal ini dikarenakan volume titran yang digunakan sangat sedikit. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, kadar bikarbonat (HCO3-) yang diperoleh yaitu 0,0205 M artinya kadar bikarbonat (HCO3-) yang terdapat dalam sampel campuran karbonat dan bikarbonat yaitu sebesar 0,0205 mmol/ml. Adapun reaksi yang terjadi :
HCO3-(aq)  +  CO32-(aq) + BaCl2(aq)              BaCO3  (putih) + 2Cl-(aq)  + HCO3-(aq)
HCO32-(aq)     +    HCl(aq)                 H2CO3(aq)  +  Cl-(aq)
                   
I.     Penutup
1.    Kesimpulan
a.    Normalitas HCl yang diperoleh dari hasil standarisasi HCl dengan menggunakan larutan boraks yaitu 0,0682 N
b.    Kadar karbonat yang diperoleh dalam larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat yaitu 0,0085 mmol/ml sedangkan kadar bikarbonat yang diperoleh dalam larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat yaitu 0,0205 mmol/ml
2.    Saran
       Diharapkan kepada praktikan selanjutnya lebih teliti dalam melakukan titrasi agar tidak terjadi kesalahan titrasi dan hasil yang diperoleh juga lebih akurat