A. Judul Percobaan
Titrimetri
B. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan
ini yaitu pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan mampu :
1. Mempelajari
standarisasi asam klorida.
2. Mengetahui
titrasi dan penentuan indikator yang sesuai dengan titrasi campuran karbonat
dan bikarbonat.
C. Landasan Teori
Analisis kimiawi menetapkan komposisi
kualitatif dan kuantitatif suatu materi. Konstituen-konstituen yang akan
dideteksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, radikal, gugus fungsi,
senyawaan atau fase. Penentuan dengan teliti suatu komponen didalam matriks
beberapa komponen lainnya yang mirip memerlukan pengaturan yang seksama kondisi
seperti pH, kompleksan, perubahan tingkat oksidasi. Analisis umumnya terdiri
atas analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Biasanya analisis kualitatif
dilakukan sebelum analisis kuantitatif (Khopkar,2010:5).
Analisis kualitatif menghasilkan data
kualitatif, seperti terbentuknya endapan, warna, gas maupun non numerik
lainnya. Tujuan utama analisis kualitatif adalah mengidentifikasi komponen
dalam zat kimia. Umumnya analisis kualitatif hanya dapat diperoleh indikasi
kasar dari komponen penyusun suatu analit. Analisis kualitatif biasanya
digunakan sebagai langkah awal untuk analisis kuantitatif. Pada berbagai cara
analisis modern, seperti cara-cara analisis spektroskopi dapat dilakukan
analisis kualitatif dan kuantitatif secara bersamaan, sehingga waktu dan biaya
analisis dapat ditekan seminimal mungkin dan perolehan hasilnya lebih akurat
(Ibnu,2004:1).
Uji kualitatif batuan pada penelitian
pemisahan merkuri dari batuan cinnabar dengan asam dan campuran asam-kalium
iodida dilakukan dengan instrument XRF dan XRD. Analisis batuan dengan XRF
dilakukan untuk mengetahui komposisi logam-logam yang ada di batuan tersebut.
Hasil analisis dengan XRF menunjukkan bahwa komponen mayor dari batuan tersebut
adalah besi (Fe) dan merkuri (Hg) dengan dengan masing-masing 13,5% dan 68,3%.
Sedangkan analisis kualitatif dengan XRD dilakukan untuk mengetahui jenis
mineral atau bentuk mineral di dalam batuan. Difraktogram XRD diolah
menggunakan perangkat lunak High Score Plus (Maulidiah,2015:110-111).
Analisis kuantitatif berkaitan dengan
penetapan berapa banyak suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel.
Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali dinyatakan sebagai konstituen
atau analit, menyusun entah sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang
dianalisis. Jika zat yang dianalisa (analit) tersebut menyusun lebih dari
sekitar 1% dari sampel, maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Zat
itu dianggap konstituen minor jika jumlahnya berikisar antara 0,01 hingga 1%
dari sampel. Terakhir, suatu zat yang hadir hingga kurang dari 0,01% dianggap
sebagai konstituen perunut. Kualifikasi lain dari analisis kuantitatif bisa
didasarkan pada ukuran dari sampel yang tersedia untuk dianalisis (Day,1999:2).
Menurut Kopkar (2010:6), tahap penentuan
analisis kuantitatif adalah :
1)
Penarikan sampel: Haruslah dapat
mewakili materi yang akan dianalisis secara utuh;
2)
Mengubah konstituen yang diinginkan
kebentuk yang dapat terukur: Ini bersangkutan dengan metode pemisahan.
Pemilihan teknik-teknik pemisahan untuk suatu situasi yang spesifik tergantung
pada sejumlah faktor-faktor;
3)
Pengukuran konstituen yang diinginkan:
Berbagai sifat-sifat fisika atau kimia dapat digunakan sebagai suatu cara
identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif atau keduanya;
4)
Penghitungan dan interpretasi data
analitik: Suatu analisis dapat dikatakan selesai bila hasil-hasilnya dinyatakan
sedemikian rupa sehingga si peminta dapat memahami artinya.
Metode titrimetri yang dikenal sebagai metode volumetri merupakan
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia.
Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen
analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah komponen dari
dari larutan sampel yang hendak ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah larutan
standar yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya (Ibnu,2004:93).
Menurut
Day (1999:44), reaksi kimia yang mungkin diperlukan sebagai basis dari
penentuan titrimetri telah dikelompokkan kedalam empat tipe :
1)
Asam-basa. Ada sejumlah besar asam basa
yang dapat ditentukan oleh titrimetrik. Titran pada umumnya adalah larutan
standar dari elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida;
2)
Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia
yang melibatkan oksidasi-reduksi dipergunakan secara luas dalam analisis
titrimetrik. Sebagai contoh, besi dengan tingkat oksidasi +2 dapat dititrasi
dengan sebuah larutan standar dari serum (IV) sulfat;
3)
Pengendapan. Pengendapan dari kation
perak dengan anion halogen dipergunakan secara luas dalam prosedur titrimetrik.
4)
Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi
dimana terbentuk suatu kompleks stabil ion perak dan sianida.
Titrasi adalah pengukuran volume suatu
larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah
tertentu reaktan lainnya. Seringkali titrasi digunakan untuk mengukur volume
larutan yang ditambahkan pada suatu larutan yang telah diketahui volumenya.
Biasanya konsentrasi dari salah satu larutan dikenal sebagai larutan standar,
yang telah diketahui dengan tepat. Dalam titrasi asam basa perubahan pH sangat
kecil hingga hampir tercapai titik ekivalen. Pada saat tercapai titik ekivalen
penambahan sedikit asam atau basa akan menyebabkan perubahan pH sangat besar.
Perubahan pH yang besar ini seringkali dideteksi dengan zat yang dikenal
sebagai indikator, yaitu suatu senyawa (organik) yang akan berubah warnanya
dalam rentang pH tertentu. Titik atau
kondisi penambahan asam atau basa dimana terjadi perubahan warna indikator
dalam suatu titrasi dikenal sebagai titik akhir titrasi (Ibnu,2004:100).
Penentuan titik akhir titrasi 10 mL NH4OH
0,1 N oleh HCl 0,1 N dapat diketahui dengan indikator kurkumin dan pembanding
indikator mo. Prosentase kesalahan 0,18% ditunjukkan oleh indikator kurkumin
terhadap indikator mo pada titrasi di atas sangat kecil, sehingga kurkumin
layak digunakan sebagai indikator dalam reaksi titrasi asam basa untuk
alternatif pengganti methyl orange (mo). Apabila pH yang terjadi pada titik
akhir titrasi kita bandingkan dengan pH titrasi asam basa pada umumnya, akan
terlihat bahwa pada titrasi NaOH oleh HCl, penggunaan indikator fenol-ftalein
sangat tepat karena pada kondisi inilah merupakan daerah curam yang perubahan
warnanya terjadi secara mendadak. Perbedaan pH yang diperoleh pada penggunaan
indikator kurkumin tidak jauh berbeda dengan indikator fenolftalein
(Harjanti,2008:52-53).
Analisis
dengan metode titrimetri didasarkan pada reaksi kimia seperti:
aA + tT produk
dimana a molekul
analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. Pereaksi T disebut sebagai
titran ditambahkan secara kontinu biasanya dari sebuah buret dalam wujud
larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar dan
konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan standardisasi.
Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama
dengan yang telah ditambahkan kepada A. Selanjutnya akan dikatakan titik
ekivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti
menambahkan titran, kimiawan menggunakan bahan kimia yaitu indikator (Day,1999:43).
Menurut Ibnu (2004:95), agar dihasilkan ketepatan analit yang dianalisis
berbagai reaksi yang terlibat dalam metode titrimetri harus memenuhi 4 (empat)
persyaratan pokok yang meliputi:
1)
Reaksi kimia yang berlangsung harus
mengikuti persamaan reaksi tertentu dan tidak ada reaksi sampingnya, sehingga
prinsip stoikiometri untuk penetapan hasil reaksi dapat dirumuskan dengan tepat;
2)
Reaksi pembentukan produk dapat
berlangsung sempurna pada titik akhir titrasi, atau dengan kata lain tetapan
kesetimbangan reaksinya sangat besar;
3)
Harus ada metode yang tepat untuk
menetapkan titik ekivalen. Indikator atau perangkat instrumen yang tepat harus
mampu memberikan tanda-tanda yang jelas pada saat tercapainya titik ekivalen;
4)
Reaksi yang terlibat garus berlangsung
cepat, sehingga proses titrasi hanya berlangsung dalam beberapa menit, titik
ekivalen segera diketahui dengan cepat.
Senyawa o-fenilazo-2-naftol dan metil
jingga dapat digunakan sebagai indicator pada titrasi asam kuat ( HCl) 0,1 N
dan basa lemah (NH3) 0,1 N karena pKHin dari o-fenilazo-2naftol dan metil
jingga mendekati pH titik ekivalen dari titrasi tersebut yaitu pada pH ± 5.
Pada titrasi ini HCl digunakan sebagai titran yang sebelumnya sudah dibakukan
dengan NaOH. Pembakuan NaOH dengan asam oksalat dilakukan tiga kali ulangan
titrasi didapat normalitas rata-rata NaOH adalah 0,0986 N. Kemudian NaOH 0,0986
N digunakan untuk standarisasi HCl. Dengan tiga kali ulangan titrasi, didapat
normalitas rata-rata HCl adalah 0,0996 N. Kemudian HCl 0,0996 N digunakan untuk
mentitrasi 50,0 mL NH3 sampai terjadi perubahan warna dari kuning menjadi merah
(Suirta,2010:33).
Standarisasi adalah proses dimana
konsentrasi larutan ditentukan secara akurat. Suatu larutan standar terkadang
dapat dipersiapkan dengan menguraikan suatu sampel dari zat terlarut yang
diinginkan dan menimbang secara akurat dalam suatu larutan yang volumenya diukur
secara akurat. Metode ini umumnya tidak dapat diterapkan, karena bagaimanapun
juga, jarang reagen kimiawi diperoleh dalam bentuk murni untuk memenuhi kebutuhan dalam hal
keakuratan. Segelintir substansi yang memadai untuk hal ini disebut standar
primer. Lebih umum lagi, sebuah larutan distandarisasi dengan titrasi, dimana
larutan tersebut bereaksi dengan sejumlah standar primer dimana sebelumnya
larutan tersebut telah ditimbang (Day,1999:50).
Metode titrimetri tergantung pada
larutan standar yang mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan
ketetapan yang tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam normalitas (g.ek/l). Larutan standar
disiapkan dengan menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua
standar tersedia dalam keadaan murni. Oleh karena itu dikenal standar primer,
yaitu zat yang tersedia dalam komposisi kimia yang jelas dan murni. Larutan
tersebut hanya bereaksi pada kondisi kimia yang jelas dan murni. Larutan
tersebut hanya bereaksi pada kondisi titrasi dan tidak melakukan reaksi
sampingan (Khopkar,2010:40).
Larutan standar yang digunakan sebagai
titran harus diketahui dengan tepat konsentrasinya. Biasanya, larutan standar
dibuat dengan cara melarutkan sejumlah berat tertentu bahan kimia pada sejumlah
tertentu pelarut yang sesuai. Cara ini mudah dilakukan, tetapi hasilnya
seringkali kurang tepat, karena hanya sedikit jenis zat kimia bahan titran yang
diketahui dalam keadaan murni. Zat kimia yang benar-benar murni bila ditimbang
dengan tepat dan dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut yang sesuai
menghasilkan larutan standar primer. Larutan standar lain yang ditetapkan
konsentrasinya melalui titrasi dengan menggunakan larutan standar primer
dikenal sebagai larutan standar sekunder (Ibnu,2004:97-98).
Menurut Day (1999:51) standar primer
harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1)
Harus tersedia dalam bentuk murni, atau
dalam suatu tingkat kemurnian yang diketahui, pada suatu tingkat biaya yang
logis. Secara umum, jumlah total dari pengotor tidak boleh melebihi 0,01 sampai
0,02% dan harus dilakukan tes untuk mendeteksi kuantitas pengotor-pengotor
tersebut melalui tes kualitatif dengan sensitivisme yang diketahui.
2)
Substansi tersebut harus stabil. Harus
mudah dikeringkan dan tidak terlalu higroskopis sehingga tidak banya menyerap
air selama penimbangan. Substansi tersebut seharusnya tidak kehilangan berat
bila terpapar udara. Garam hidrat biasanya tidak dipergunakan sebagai standar
primer.
3)
Yang diinginkan adalah standar primer
tersebut mempunyai berat ekivalen yang cukup tinggi agar dapat meminimalisasi
konsekuensi galat pada saat penimbangan.
D.
Alat dan Bahan
1.
Alat
a.
Labu Erlenmeyer
250 ml 9 buah
b.
Spatula 1
buah
c.
Batang pengaduk 1 buah
d.
Gelas kimia 50
ml 1
buah
e.
Pipet tetes 3
buah
f.
Labu takar 100
ml 1
buah
g.
Pipet volum 25
ml 2
buah
h.
Ball pipet 2
buah
i.
Corong biasa 3
buah
j.
Statif dan klem @ 2
buah
k.
Buret 50 ml 2
buah
l.
Botol semprot 1
buah
m. Neraca analitik 1
buah
n.
Lap kasar 1
buah
o.
Lap halus 1
buah
2.
Bahan
a.
Boraks (Na2B4O7
. 10H2O)
b.
Larutan standar
asam klorida (HCl) 0,1 N
c.
Sampel campuran
karbonat (CO32-) dan bikarbonat (HCO3-)
d.
Indikator metil
orange (MO)
e.
Larutan barium
klorida (BaCl2) 10%
f.
Aquadest (H2O)
g.
Kertas saring
h.
Tissue
E.
Prosedur Kerja
1.
Standarisasi
larutan HCl
a.
Sebanyak 0,381
gram boraks (Na2B4O7 . 10H2O)
ditimbang dan dilarutkan dengan 10 ml aquades didalam gelas kimia 50 ml
b.
Larutan boraks
dimasukkan kedalam labu takar dan diencerkan hingga 100 ml
c.
Larutan boraks
diambil dengan menggunakan pipet volum dan dimasukkan ke dalam 3 labu
Erlenmeyer yang berbeda masing-masing sebanyak 25 ml
d.
Ketiga labu
Erlenmeyer ditambahkan 3 tetes indikator metil orange (MO)
e.
Larutan standar
asam klorida (HCl) 0,1 N dimasukkan ke dalam buret 50 ml
f.
Ketiga larutan
boraks dititrasi dengan menggunakan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N
dan volume titran dicatat
g.
Volume rata-rata
dari titran yang digunakan dihitung
2.
Penentuan
Campuran Karbonat dan Bikarbonat
a.
Sebanyak 25 ml
larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat diambil menggunakan pipet volum
b.
Sampel campuran
karbonat dan bikarbonat yang telah dipipet dimasukkan ke dalam 6 labu
Erlenmeyer masing-masing dimasukkan sebanyak 25 ml
c.
3 tetes
indikator metil orange (MO) ditambahkan kedalam 3 labu Erlenmeyer
d.
Ketiga sampel
campuran karbonat dan bikarbonat kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan
standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran dicatat
e.
Volume titran
rata-rata dicatat sebagai V1 (ml)
f.
3 labu
Erlenmeyer yang lain ditambahkan beberapa tetes larutan BaCl2 10%
sampai tidak terbentuk endapan putih lagi.
g.
Endapan
dibiarkan turun dan kemudian disaring dengan menggunakan corong yang dilengkapi
dengan kertas saring
h.
Filtrat kemudian
ditambahkan 3 tetes indikator metil orange
i.
Filtrat
dititrasi dengan larutan standar asam klorida (HCl) 0,1 N dan volume titran
dicatat
j.
Volume titran
rata-rata dicatat sebagai V2 (ml)
k.
Kadar karbonat
dan bikarbonat dihitung
F.
Hasil Pengamatan
No
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1.
2.
|
Standarisasi larutan HCl 0,1 N
·
Boraks ditimbang
·
Boraks dilarutkan dengan H2O sampai volume
100 mL
·
25 mL larutan Boraks +2-3 tetes indikator metil orange
·
Titrasi I
·
Titrasi II
·
Titrasi III
·
Volume rata-rata
Penentuan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
·
25 mL larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
·
Sampel campuran + 2-3 tetes indikator metil orange
Dengan HCl 0,1 N
·
Titrasi I
·
Titrasi II
·
Titrasi III
·
Volume rata-rata
o
25 mL larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
·
Sampel campuran + BaCl2 10% sampai tidak
terbentuk endapan
·
Disaring, Filtrat + 2-3 tetes indikator metil orange
Dengan HCl 0,1 N
·
Titrasi I
·
Titrasi II
·
Titrasi III
·
Volume rata-rata
|
0,381 gram
Larutan (bening)
Larutan berwarna kuning
V1 =7,55 mL
V2 =7,10 mL
V3 =7, 35mL
=7, 33 mL
Larutan bening
Larutan berwarna kuning
V1 =7,37 mL
V2 =7,45 mL
V3 =7,82 mL
=7,54 mL
Larutan (bening)
Terbentuk endapan putih
Larutan (bening), Larutan berwarna kuning
V1 =1,21 mL
V2 =1,34 mL
V3 =1,33 mL
=1,29 mL
|
G.
Analisis Data
1.
Standarisasi
Larutan HCl
Dik
: W =
0,381 gram = 381 mg
BM Boraks = 381 mg/mmol
V1 =
7,55 ml
V2 =
7,10 ml
V3 =
7,35 ml
= 7,33 ml
Dit
: N HCl = …..?
Penye
:
=
= 0,0682 N
2. Penentuan
campuran karbonat dan bikarbonat
Dik : N HCl = 0,0682 N
V1 = 7,54 mL
V2 = 1,29 mL
Dit : a. Kadar HCO3-
=….?
b. Kadar CO3- =……?
Penye
:
a. Kadar
HCO3- =
=
= 0,0205 M
= 0,0205 mmol/ml
b.
Kadar CO3 =
=
=
= 0,0085 M
= 0,0085 mmol/ml
H. Pembahasan
Metode titrimetri yang dikenal sebagai
metode volumetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip
stoikiometri reaksi kimia. Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri,
dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang
konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya
adalah reaksi harus brlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan
tidak ada reaksi samping. Selain itu reagen penitrasi yang berlebih, maka harus
dapat diketahui dengan suatu indikator (Khopkar,2010:39).
1.
Standarisasi larutan HCl
Standarisasi adalah
suatu proses penentuan konsentrasi larutan. Untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan asam-basa, diperlukan suatu larutan standar. Larutan standar adalah
suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya dan biasanya berupa larutan
asam atau larutan basa yang mantap (konsentrasinya tidak berubah. Larutan
standar terbagi atas larutan satndar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer yaitu larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara
langsung karena didapatkan dari hasil penimbangan. Umumnya kadarnya dinyatakan
dalam normalitas. Adapun syarat-syarat larutan standar primer antara lain :
mempunyai kemurnian tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami perubahan
saat penimbangan, berat ekivalen yang tinggi serta larutannya stabil dalam
penyimpanan. Sedangkan larutan standar sekunder adalah larutan dimana
konsentrasinya ditentukan dengan jalan standarisasi dengan larutan standar
primer. Adapun syarat-syarat yang dimiliki larutan standar primer, yaitu berat
ekivalennya tinggi serta larutannya tidak stabil dalam penyimpanan(Tim Dosen
Kimia Dasar,2016:5).
Percobaan ini bertujuan untuk
menstandarisasi larutan HCl dengan menggunakan larutan boraks. Adapun metode
yang digunakan adalah titrimetri dimana titrimetri merupakan
analisis kuantitatif yang didasarkan pada prinsip stoikiometri reaksi kimia.
Dalam setiap metode titrimetri selalu terjadi reaksi kimia antara komponen
analit dengan zat pendeteksi yang disebut titran. Analit adalah komponen dari
dari larutan sampel yang hendak ditetapkan kuantitasnya. Titran adalah larutan
standar yang telah diketahui dengan tepat konsentrasinya (Ibnu,2004:93). Pada
percobaan ini yang bertindak sebagai larutan standar sekunder adalah HCl
dikarenakan konsentrasinya selalu berubah-ubah dan tidak stabil dalam
penyimpanan, maka larutan HCl perlu distandarisasi terlebih dahulu dengan
menggunakan larutan standar primer dimana larutan standar primer yang digunakan
adalah larutan boraks karena larutan boraks stabil dalam penyimpanan dan
konsentrasinya tidak berubah-ubah. Alasan
lainnya mengapa boraks digunakan sebagai
larutan standar primer karena merupakan basa lemah yang mampu bereaksi dengan
larutan HCl yang merupakan asam kuat, dimana reaksi antara boraks dengan HCl
terjadi reaksi yang sempurna. Asam klorida (HCl) akan bereaksi dengan boraks
(Na2B4O7.10H2O) membentuk garam
yang bersifat asam.
Percobaan ini dilakukan
dengan melarutkan kristal boraks kedalam air untuk menghasilkan larutan boraks
yang diencerkan dalam labu takar. Hal ini dikarenakan labu takar memiliki
ketelitian yang lebih akurat dimana diameter labu takar sangat kecil sehingga
dalam melakukan pengenceran larutan boraks digunakan labu takar. Kemudian
larutan boraks yang bening ditambahkan indikator metil orange. Indikator metil
orange berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi
ditandai dengan berubahnya warna larutan dari kuning menjadi orange yang
disebabkan karena indikator metil orange. Titik pada saat indikator memberikan
perubahan disebut titik akhir titrasi, dan pada saat ini titrasi harus
dihentikan. Idealnya bila indikator dan kondisi titrasi sesuai, maka titik
akhir titrasi dan titik ekivalen akan berimpit atau setidaknya hanya terdapat
sedikit perbedaan. Dimana titik ekivalen adalah titik dimana mol asam dan mol
basa sama (Tim Dosen Kimia Dasar,2016:6). Indikator metil orange digunakan pada
standarisasi larutan HCl ini dikarenakan indikator metil orange memiliki trayek
pH 3,1-4,5 (Ibnu,2004:113) dimana trayek pH indikator tersebut bersifat asam
yang sesuai dengan larutan HCl yang akan distandarisasi juga bersifat asam.
Larutan boraksi yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi
dengan larutan standar HCl 0,1 N. Larutan sebelum dititrasi berwarna kuning dan
setelah dititrasi berubah menjadi orange yang disebabkan oleh indikator metil orange.
Percobaan
ini dilakukan tiga kali titrasi. Tujuannya yaitu untuk dapat membandingkan
volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi selain itu juga agar hasil
yang diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut 7,55
ml, 7,10 ml, dan 7,35 ml. Volume rata-rata titran yang diperoleh yaitu 7,33 ml,
sedangkan normalitas HCl yaitu 0,0682
N artinya konsentrasi HCl standar yang
digunakan adalah 0,0682 N. Normalitas yang diperoleh menandakan bahwa
HCl standar yang digunakan yaitu lebih
encer dari konsentrasi HCl sebelum distandarisasi yaitu sebelum distandarisasi
0,1 N dan setelah distandarisasi 0,0682 N hal ini dikarenakan larutan HCl yang
digunakan telah diencerkan dengan air yang menyebabkan konsentrasi yang
diperoleh lebih encer selain itu juga kurangnya ketelitian praktikan saat
melakukan titrasi yang menyebabkan volume titran yang diperoleh tidak terlalu
dekat yang mempengaruhi pada konsentrasi HCl yang diperoleh.
Adapun
reaksi yang terjadi :
Na2B4O7
. 10H2O(s) + 2HCl(aq) 2NaCl(aq)
+ 4H3BO3(aq) + 5H2O(l)
(boraks) (asam klorida) (natrium klorida) (asam borat) (air)
2. Penentuan campuran
karbonat dan bikarbonat
Percobaan ini dilakukan bertujuan untuk menentukan
kadar karbonat dan bikarbonat dalam sampel campuran karbonat dan bikarbonat
yang juga dilakukan titrasi dengan metode titrimetri. Pada percobaan pertama
dilakukan untuk mengetahui kadar karbonat dalam campuran karbonat dan bikarbonat dimana dilakukan
titrasi dengan menggunakan larutan standar HCl 0,1 N. Titrasi
adalah pengukuran volume suatu larutan dari suatu reaktan yang dibutuhkan untuk
bereaksi sempurna dengan sejumlah tertentu reaktan lainnya. Seringkali titrasi
digunakan untuk mengukur volume larutan yang ditambahkan pada suatu larutan
yang telah diketahui volumenya. Biasanya konsentrasi dari salah satu larutan dikenal
sebagai larutan standar, yang telah diketahui dengan tepat (Ibnu,2004:100).
Percobaan ini dilakukan dengan larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
ditambahkan dengan indikator metil orange. Indikator metil orange
berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi ditandai
dengan berubahnya warna larutan dari kuning menjadi orange yang disebabkan
karena indikator metil orange. Larutan sampel campuran karbonat
dan bikarbonat yang telah ditambahkan indikator metil orange, dititrasi dengan
larutan standar HCl 0,1 N. Larutan sebelum dititrasi berwarna kuning dan
setelah dititrasi berubah menjadi orange yang disebabkan oleh indikator metil
orange. Percobaan
ini dilakukan tiga kali titrasi. Tujuannya yaitu untuk dapat membandingkan
volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi selain itu juga agar hasil
yang diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut 7,37
ml, 7,45 ml dan 7,82 ml dan volume rata-rata titran yang diperoleh yaitu 7,54 ml.
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, kadar karbonat (CO32-)
yang diperoleh yaitu 0,0085 M,
artinya kadar karbonat yang terdapat dalam sampel campuran karbonat dan
bikarbonat yaitu sebesar 0,0085 mmol/ml.
Percobaan kedua yaitu untuk menentukan
kadar bikarbonat dalam sampel campuran karbonat dan bikarbonat. Percobaan ini
dilakukan dengan larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat ditambahkan
dengan BaCl2 10% yang berfungsi untuk mengendapkan ion karbonat (CO32-)
sampai membentuk BaCO3 yang ditandai dengan adanya endapan putih
sehingga yang tersisa pada larutan hanya bikarbonatnya. Penambahan BaCl2
ini dilakukan sampai tidak terbentuk endapan lagi yang menandakan pada larutan
hanya tersisa bikarbonat dan ion karbonat telah terendapkan. Larutan dengan
endapan putih disaring yang bertujuan untuk memisahkan endapat yang terbentuk
(ion karbonat) dengan larutannya. Setelah diasaring larutan bening kemudian
filtrat ditambahkan dengan indikator metil orange. Indikator
metil orange berfungsi sebagai penanda titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi
ditandai dengan berubahnya warna larutan dari kuning menjadi orange yang
disebabkan karena indikator metil orange. Larutan yang telah
ditambahkan indikator metil orange, dititrasi dengan larutan standar HCl 0,1 N.
Larutan sebelum dititrasi berwarna kuning dan setelah dititrasi berubah menjadi
orange yang disebabkan oleh indikator metil orange. Percobaan
ini dilakukan tiga kali titrasi. Tujuannya yaitu untuk dapat membandingkan
volume HCl yang digunakan setiap melakukan titrasi selain itu juga agar hasil
yang diperoleh lebih akurat. Adapun hasil yang diperoleh volume titran pada titrasi I, II, dan III berturut-turut 1,21
ml, 1,34 ml dan 1,33 ml dan volume rata-rata titran yang diperoleh yaitu 1,29 ml. Berdasarkan volume titran yang
diperoleh menandakan bahwa larutan sampel yang digunakan sangat encer hal ini
dikarenakan volume titran yang digunakan sangat sedikit. Berdasarkan analisis
data yang telah dilakukan, kadar bikarbonat (HCO3-) yang
diperoleh yaitu 0,0205 M artinya
kadar bikarbonat (HCO3-) yang terdapat dalam sampel
campuran karbonat dan bikarbonat yaitu sebesar 0,0205 mmol/ml.
Adapun reaksi yang terjadi :
HCO3-(aq)
+
CO32-(aq) + BaCl2(aq) BaCO3
(putih)
+ 2Cl-(aq) + HCO3-(aq)
HCO32-(aq)
+ HCl(aq) H2CO3(aq) + Cl-(aq)
I.
Penutup
1.
Kesimpulan
a. Normalitas
HCl yang diperoleh dari hasil standarisasi HCl dengan menggunakan larutan
boraks yaitu 0,0682 N
b. Kadar
karbonat yang diperoleh dalam larutan sampel campuran karbonat dan bikarbonat
yaitu 0,0085 mmol/ml sedangkan kadar bikarbonat yang diperoleh dalam larutan
sampel campuran karbonat dan bikarbonat yaitu 0,0205 mmol/ml
2. Saran
Diharapkan kepada praktikan selanjutnya
lebih teliti dalam melakukan titrasi agar tidak terjadi kesalahan titrasi dan
hasil yang diperoleh juga lebih akurat