A.
JUDUL PERCOBAAN
Diagram
Biner
B.
TUJUAN PERCOBAAN
Menetapkan (mencari) suhu kelarutan
kritis (titik konsulat) sistem biner air-phenol
C.
LANDASAN TEORI
Materi pada dasarnya dapat dibagi dalam
beberapa fase, dan menurut informasi terkini fase dari materi dapat
diklasifikasikan kedalam solid (padat), cair, gas dan plasma. Ketiga fase
dibedakan oleh karena rapat antar molekul yang berbeda yakni rapatan padat
lebih tinggi daripada rapatan zat cair dan lebih tinggi daripada rapatan gas :
padat >
cair >
gas
Sebagai
ilustrasi dalam suatuvolume yang sama akan terdapat lebih banyak molekul pada
fasa padat dibandingkan pada cairan dan gas. Pada tekanan konstan, padatan dan
cairan memiliki nilai volume yangtergantung pada temperatur yang secara umum
dinyatakan dalam persamaan :
V = V0 +
T
Dengan
V serta V0 berturut-turut adalah volume pada saat 00C dan
volume pada saat temperatur T serta
adalah koefisien ekspansi (Fatimah, 2015: 82).
Sifat-sifat materi pada tiga wujud :
gas, cair dan padat. Setiap wujud ini sering disebut fasa (phase), yang
merupakan bagian homogen suatu sistem yang bersentuhan dengan bagian sistem
yang lain tetapi dipisahkan dengan batas yang jelas. Perubahan fasa (phase
changes), yaitu peralihan dari satu fasa ke fasa lain, terjadi bila energi
(biasanya dalam bentuk kalor) ditambahkan atau dilepaskan. Perubahan fasa
merupakan perubahan fisis yang dicirikan dengan perubahan dalam keteraturan
molekul. Molekul-molekul dalam wujud padat memiliki keteraturan tertinggi, dan
molekul-molekul dalam fasa gas memiliki keacakan tertinggi (Chang, 2004: 385).
Komponen (C) adalah jumlah minimum
spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi dari fase. Sebagai
contoh dalam suatu kesetimbangan :
NH4Cl(s)
NH3(g)
+ HCl
Persamaan
kesetimbangan tersebut sebenarnya mempunyai arti adalah NH4Cl yang
berada dalam kesetimbangan dengan uapnya (NH3) sehingga sebenarnya
sistem terdiri dari satu komponen (C=1). Ketika kedalam NH4Cl kita
tambahkan HCl maka akan terjadi reaksi kesetimbangan yang berarti sistem
terdiri dari dua komponen (Fatimah, 2015: 85).
Jumlah
komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara
kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam
sistem tersebut. Cara praktis untuk menentukan jumlah total komponen adalah
dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah
reaksi-reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat-zat yang
ada dalam sistem tersebut. Sebagai contoh kita tinjau sistem yang terdiri dari
tiga spesi, yakni PCl5, PCl3 dan Cl2. Sistem
memang terdiri dari tiga spesi, tetapi hanya ada dua komponen karena adanya
kesetibangan yang terjadi pada sistem tersebut :
PCl5(s)
PCl3
+ Cl2
Dua
dari spesi diatas dapat dipilih dan ditentukan jumlah mol masing-masing, jumlah
mol spesi ketiga dapat ditentukan melalui keadaan kesetimbangan. Sebagai
akibatnya hanya dua spesi yang secara kimia independen, spesi ketiga tidak
independen (Rohman, 2000: 162).
Sistem komponen tunggal
(C=1) secara sederhana tekanan dan temperatur dapat diubah secara bebas jika
sistem memuat satu fasa (P=1). Jika kita gunakan F sebagai variabel intensif
yang dapat diubah secara bebas atau kita sebut sebagai derajat kebebasan, maka
dalam kesetimbangan F=2. Sebagai contoh sistem tunggal yang terdiri dari air
murni dalam bentuk cairan (P=1), temperatur (T) dan tekanan (P) dapat
diubah-ubah untuk menentukan kondisi kesetimbangannya. Jika temperatur diubah
pada tekanan tetap pada suatu titik akan terjadi kesetimbangan fasa cair-uap
atau cair-padat (Fatimah, 2015: 85-86).
Kurva
kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air yang dihasilkan dengan bahan
baku etanol teknis penyimpangan lebih besar dibandingkan penggunaan bahan baku
etanol pro analis, karena etanol teknis mengandung kadar air dan impuritis yang
tinggi, sehingga penyimpangan terjadi saat mendekatu titik azeotropik. Kurva
kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol air hasil penelitian dengan bahan
baku etanol teknis mendekati data literatur pada saat variabel berubah 0,2 dna
0,4 fraksi mol etanol (Sari, 2012: 39).
Sistem dua komponen
disebut sistem biner. Untuk sistem dua komponen, C=2 sehingga aturan fasa
f=c-p+2 menjadi f=4-p. Untuk sistem satu fasa p=1 dan f menjadi sama dengan 3,
jadi ada 3 variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan
keadaan sistem tersebut, yakni T, P dan fraksi mol. Biasanya, satu dari ketiga
variabel tersebut dibuat tetap, sehingga dua variabel sisanya dapat digambarkan
dalam diagram fasa dua dimensi. Variabel yang biasa dipilih tetap adalah P atau
T (Rohman, 2000: 169).
Fraksi mol umpan ethanol apabila semakin
besar, maka temperatur pada dew point dan bubble point semakin menurun, hal ini
disebabkan karena komponen ethanol bersifat volatie dengan titik didih 78,320C
mudah menguap, sebaliknya untuk komponen air yang bersifat non-volatile dengan
titik didih 1000C. Semakin besar fraksi mol umpan ethanol makin
besar, mendekati titk azeotropik yaitu sekitar 0,8 (fraksi mol) komposisi
distilat menurun. Jika dibandingkan antara hasil eksperimen dengan data
literatur pada range komposisi 0,4 sampai 0,6 mengalami penyimpangan (Sari,
2010: 369).
Sistem terdiri dari dua
komponen tergantung kestabilan fase terhadap temperatur dan tekanan. Prinsip
dasar yang digunakan untuk menguraikan fase suatu zat atau sistem adalah
besarnya potensial kimia dari zat atau sistem. Sementara potensial kimia (
)
sendiri merupakan nilai fungsi Gibs molar :
Maka
perubahan potensial kimia dapat kita turunkan dari besarnya perubahan fungsi
Gibs yang merupakan fungsi dari temperatur (T) dan tekanan (P) :
dG = V .
dp -
S . dT
d
= Vm . dp - Sm . dT
Pada
kondisi tekanan konstan, besarnya potensial kimia merupakan fungsi dari
perubahan temperatur (Fatimah, 2015: 87).
Parameter sebagai fungsi suhu untuk
kesetimbangan uap-cair campuran alkohol primer dengan alkohol rantai C5
telah ditentukan. Parameter ditentukan dari 15 data kesetimbangan uap
cair sistem biner campuran alkohol yang telah dipilih. Data yang diperoleh
dikorelasikan dengan baik menggunakan model Wilson, NRTL, dan UNIQUAC
menggunakan parameter interaksi biner sebagai fungsi suhu (Mustain, 2016: 43).
D. ALAT DAN BAHAN
1.
Alat
a.
Rak
tabung reaksi 1
buah
b.
Tabung
reaksi 10 buah
c.
Termometer
1100 10
buah
d.
Gelas
kimia 1000 ml 1
buah
e.
Kompor
gas 1
buah
f.
Kasa
asbes 1
buah
g.
Penyumbat
karet 10
buah
h.
Klem
kayu 3
buah
i.
Lap
kasar 1
buah
j.
Lap
halus 1
buah
2.
Bahan
a.
Fenol ( C6H5OH )
b.
Aquades (
H2O )
c.
Laruan
natrium klorida (
NaCl )
d.
Larutan
metanol (
CH3OH )
e.
Aluminium
foil
f.
Tissu
E. PROSEDUR KERJA
1.
Campuran fenol dengan air dalam 8 tabung
reaksi disiapkan dengan komposisi masing-masing sebagai berikut : tabung 1 (fenol
4 : air 4), tabung 2 (fenol 4 : air 5), tabung 3 (fenol 4 : air 6), tabung 4
(fenol 4 : air 8), tabung 5 (fenol 4 : air 10 ), tabung 6 (fenol 2 : air 6,5),
tabung 7 (fenol 2 : air 8,5) dan tabung 8 (fenol 2 : air 10)
2.
Setiap campuran dipanaskan, dimulai
tabung 1 dan seterusnya dalam gelas kimia 1000 ml yang berisi air
3.
Maing-masing campuran dikosok sebelum
dipanaskan
4.
Suhu campuran dicatat pada saat campuran
berubah dari keruh menjadi jernih
5.
Tabung reaksi dikeluarkan dari gelas
kimia
6.
Suhu campuran dicatat pada saat campuran
berubah dari jernih menjadi keruh
7.
Perlakuan yang sama diulangi untuk
tabung 2-8
8.
Untuk mengethaui pengaruh penambahan
larutan NaCl atau pada penambahan CH3OH pada temperatur kelarutan
kritis (titik konsulat), dilakukan hal berikut :
a.
Campuran antara 4 gram fenol, 6 gram air
dan 6 ml larutan NaCl 1 % disiapkan kemudian dipanaskan dan suhunya dicatat
pada saat campuran menjadi jernih, dan sebaliknya pada saat menjadi keruh
kembali
b.
Percobaan yang sama dilakukan seperti
(a) untuk 6 ml CH3OH 1 %
c.
Temperatur pada percobaan (a) dan (b)
dibandingkan dengan tabung ke-3
F. HASIL PENGAMATAN
Tabel
1
Perubahan
|
Tabung
|
|||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
|
t saat menjadi jernih
(0C)
|
70
|
63
|
70
|
80
|
86
|
80
|
89
|
99
|
t saat menjadi keruh (0C)
|
55
|
45
|
51
|
48
|
67
|
65
|
51
|
53
|
t rata-rata (0C)
|
62,5
|
64
|
60,5
|
64
|
76,5
|
72,5
|
70
|
76
|
Tabel
2
Perubahan
|
NaCl
|
CH3OH
|
t saat menjadi jernih (0C)
|
90
|
87
|
t saat menjadi keruh (0C)
|
70
|
50
|
t rata-rata (0C)
|
80
|
68,5
|
G. ANALISIS DATA
1. Penentuan fraksi massa campuran
phenol-air
Dik :
Mr phenol = 18 g/mol
Mr air =
94 g/mol
Dit :
Fraksi ( X ).....?
Penye :
a.
Tabung
1 (4 : 4)
Massa fenol = 4,000 gram
Volume air = 4,000 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
4,000 ml
=
4,000 gram
= 0,22 mol
= 0,04 mol
= 0,85
= 0,15
b.
Tabung
2 (4 : 5)
Massa fenol = 4,000 gram
Volume air = 5,000 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
5,000 ml
=
5,000 gram
= 0,27 mol
= 0,04 mol
= 0,87
= 0,13
c.
Tabung
3 (4 : 6)
Massa fenol = 4,000 gram
Volume air = 6,000 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
6,000 ml
=
6,000 gram
= 0,33 mol
= 0,04 mol
= 0,89
= 0,11
d.
Tabung
4 (4 : 8)
Massa fenol = 4,000 gram
Volume air = 8,000 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
4,000 ml
=
8,000 gram
=
0,44 mol
= 0,04 mol
= 0,92
= 0,08
e.
Tabung
5 (4 : 10)
Massa fenol = 4,000 gram
Volume air = 10,000 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
10,000 ml
=
10,000 gram
= 0,55 mol
= 0,04 mol
= 0,93
= 0,07
f.
Tabung
6 (2 : 6,5)
Massa fenol = 2,000 gram
Volume air = 6,5 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
6,5 ml
=
6,5 gram
= 0,36 mol
= 0,02 mol
= 0,95
= 0,05
g.
Tabung
7 (2 : 8,5)
Massa fenol = 2,000 gram
Volume air = 8,5 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
8,5 ml
=
8,5 gram
= 0,47 mol
= 0,02 mol
= 0,96
= 0,04
h.
Tabung
8 (2 : 10)
Massa fenol = 2,000 gram
Volume air = 10,000 ml
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
10,000 ml
=
10,000 gram
= 0,55 mol
= 0,02 mol
= 0,96
= 0,03
2. Pengaruh penambahan NaCl dan CH3OH
a.
Tabung
1 (NaCl)
Dik : V air = 6,0 ml
m fenol = 4 gram
Mr NaCl = 58,5 g/mol
V NaCl = 6,0 ml
air =
1,00 g/ml
NaCl =
1,006 g/ml
Dit : X air =.....?
X fenol =.....?
X NaCl = .....?
Penye :
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
6,0 ml
=
6,0 gram
Massa NaCl =
NaCl
V NaCl
=
1,006 g/ml
6,0 ml
=
6,0 gram
= 0,33 mol
= 0,04 mol
= 0,10 mol
= 0,70
= 0,08
X NaCl = 1 – ( X air + X fenol )
=
1 – ( 0,70 + 0,08 )
=
0,22
b.
Tabung
2 (CH3OH)
Dik : V air = 6,0 ml
m fenol = 4 gram
V CH3OH = 6,0 ml
air
= 1,00 g/ml
CH3OH = 0,79 g/ml
Mr air = 18 g/mol
Mr fenol = 94 g/mol
Dit : X air =.....?
X fenol =.....?
X CH3OH = .....?
Penye :
Massa air =
air
V air
=
1,00 g/ml
6,0 ml
=
6,0 gram
Massa CH3OH =
CH3COH
V CH3COH
=
0,79 g/ml
6,0 ml
=
4,7 gram
= 0,33 mol
= 0,04 mol
= 0,15 mol
= 0,63
= 0,08
X NaCl = 1 – ( X air + X fenol )
=
1 – ( 0,63 + 0,08 )
=
0,29
Grafik hubungan fraksi mol dengan
suhu kelarutan
Grafik hubungan fraksi mol dengan
suhu kelarutan pada penambahan NaCl dan CH3OH
(NaCl)
(CH3OH)
H. PEMBAHASAN
Sistem
dua komponen biasa disebut sistem biner. Untuk sistem dua komponen, c = 2 sehingga
aturan fasa f = c – p + 2 menjadi f = 4-p (Rohman, 2000: 169). Percobaan ini
bertujuan menetapkan (mencari) suhu kelarutan kritis (titik konsulat) sistem
biner air-phenol. Temperatur kritis adalah batas atas temperatur dimana terjadi
pemisahan fasa. Diatas temperatur batas atas, komponen benar-benar bercampur.
Temperatur ini ada karena gerakan termal yang lebih besar menghasilkan
kemampuan bercampur yang lebih besar pada kedua komponen. Beberapa sistem
memperlihatkan temperatur kritis T1c, dimana bahwa temperatur itu
kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan diatas temperatur itu
kedua komponen membentuk dua fasa (Atkins, 1999: 211).
Percobaan ini dilakukan dengan
setiap campuran fenol dengan air dengan komposisi 4:4, 4:5, 4:6, 4:7, 4:8,
4:10, 2:6,5, 2:8,5 dan 2:10 dipanaskan. Dari masing-masing campuran air-phenol
dapat diperoleh titik kritis (titik konsulat) sistembiner air-phenol. Setiap
campuran air-phenol dipanaskan sampai warna larutan menjadi jernih. Air-phenol
berfungsi sebagai bahan utama dalam percobaan ini yang bertindak sebagai
komponen campuran berbeda fasa. Apabila campuran ini dipanaskan, pada suatu
saat kedua lapisan zat cair ini akan membentuk satu fasa, ditandai dengan
larutan menjadi jernih diperoleh dengan membaca termometer pada percobaan.
Apabila percobaan dilakukan dengan menggunakan sepuluh campuran yang
komposisinya berbeda-beda, akan diperoleh 10 titik. Dengan menghubungkan
titik-titik ini akan membentuk diagram fasa sistem air-phenol (Tim Dosen Kimia
Fisik, 2017: 9). Dilakukannya pemanasan berfungsi untuk menjadikan phenol-air
bercampur menjadi satu fasa. Sebelum campuran dipanaskan terlebih dahulu
dilakukan pengocokan yang bertujuan untuk mencampur air dan phenol. Adapun suhu
yang diperoleh pada tiap tabung reaksi dengan komposisi campuran phenol-air
yaitu 700C, 630C, 700C, 800C, 860C,
800C, 890C dan 990C. Setiap tabung yang telah
dipanaskan, didinginkan. Proses pendinginan dilakukan hingga larutan berubah
dari jernih menjadi keruh kembali. Suhu dicatat ketika campuran berubah kembali
menjadi keruh dan dijadikan sebagai suhu dimana terbentuk kembali sistem dua
fasa atau air dan phenol yang tidak bercampur. Adapun perubahan yang terjadi
diakibatkan zat tersebut mengalami perubahan kelarutan yang dipengaruhi oleh
temperatur, yakni pada temperatur 300C-500C campuran ini
akan membentuk dua lapisan zat cair (Tim Dosen Kimia Fisik, 2017: 7). Adapun
suhu yangd diperoleh 550C, 450C, 510C, 480C,
670C, 650C, 510C dan 530C. Pada
percobaan ini fenol dan air tidak bercampur karena keduanya memiliki sifat yang
berbeda dimana sifat kepolaran phenol berbeda dengan air yaitu phenol bersifat
non polar dana air bersifat polar.
Percobaan selanjutnya yaitu untuk
mengetahui pengaruh penambahan lautan NaCl dan penambahan CH3OH pada
temperatur larutan kritis (titik konsulat), Percobaan ini dilakukan dengan
campuran phenol : air : NaCl dengan komposisi 4 : 6 : 6 dan dibuat campuran
phenol : air : CH3OH dengan komposisi yang sama. Masing-masing
campuran dipanaskan sampai kedua zat tersebut berubah dari keruh menjadi jernih
yang menandakan bahwa terbentuk sistem satu fas. Setiap campuran didinginkan
sampai kedua berubah dari jernih menjadi keruh. Suhu campuran dicatat.
Perubahan campuran menjadi keruh menandakan bahwa sistem terbentuk dua fasa.
Suhu yang diperoleh pada penambahan
NaCl yaitu 800C dan suhu yang diperoleh pada penambahan CH3OH
yaitu 68,50C. Adapun suhu yang diperoleh pada saat larutan menjadi
bening pada penambahan NaCl yaitu 900C sedangkan suhu yang diperoleh
pada saat larutan menjadi keruh yaitu 700C. Hal ini disebabkan karena
NaCl bersifat ionik dimana NaCl hanya larut dalam air dan tidak larut dalam
phenol. Akibatnya kelarutan phenol dalam air berkurang, titik c akan bergeser kekiri
dan titik b akan bergeser kekanan. Oleh karena itu, dibutuhkan suhu yang tinggi
untuk air dan phenol agar dapat menjadi satu fasa. Diman hasil yang diperoleh
telah sesuai dengan teori tersebut (Tim Dosen Kimia Fisik, 2017: 9).
Penambahan CH3OH diperoleh
suhu larutan pada saat menjadi jernih yaitu 870C dan suhu pada saat
larutan menjadi keruh yaitu 500C. Adapun suhu yang diperoleh lebih
tinggi dibandingkan ketika tidak ditambahkan CH3OH (pada tabung 3)
dan lebih rendah daripada penambahan
NaCl. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori (Tim Dosen Kimia
Fisik, 2017: 9) yang mengatakan bahwa CH3OH bersifat semi polar,
yakni CH3OH dapat larut dalam air dan dapat pula larut dalam phenol.
Akibatnya kelarutan phenol dalam air bertambah sehingga suhu yang diperlukan
agar sistem biner air-phenol menjadi satu fasa tidak terlalu tinggi.
Analisis data yang diperoleh yaitu
fraksi mol dari setiap komposisi pada fenol yaitu 0,15 : 0,13 : 0,11 : 0,08 :
0,07 : 0,05 : 0,04 dan 0,03. Sedangkan fraksi mol air yaitu 0,85 : 0,87 : 0,89
: 0,92 : 0,93 : 0,95 : 0,96 dan 0,96. Dari fraksi mol fenol diperoleh 8 titik
yang dapat membentuk diagram yang menunjukkan titik kritis (titik konsulat).
Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa semakin tinggi suhu, persentase berat
phenol dalam larutan semakin menurun sedangkan persentase berat air semakin
meningkat, karena apbila temperatur ditingkatkan, kelarutan juga akan berubah.
I. KESIMPULAN
Suhu kelarutan kritis (titik
konsulat) sistem biner phenolair yang diperoleh yaitu 76,50C. Pada
saat ditambahkan NaCl suhu kelarutan kritis meningkat yaitu 800C
sedangkan pada saat ditambahkan CH3OH suhu kelarutan kritis menurun
yaitu 68,50C.
J. SARAN
Diharapkan kepada praktikan
selanjutnya agar lebih berhati-hati pada saat memanaskan campuran dan lebih
teliti lagi pada saat membaca termometer.
DAFTAR PUSTAKA
Chang,
Raymond. 2004. Kimia Dasar Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Fatimah,
Is. 2015. Kimia Fisika. Yogyakarta:
Deepulish
Mustain,
Asalil., Anang Takwanto dan Dhoni Hartanto. 2016. Parameter Interaksi Biner
Kesetimbangan Uap-Cair Campuran Alkohol untuk Optimasi Proses Pemurnian
Bioetanol. Jurnal Bahan Alam Terbarukan.
Vol 5. No 2. Hal 37-44
Rohman,
Ijang dan Sri Mulyani. 2000. Kimia Fisika
I. Bandung: JICA
Sari, Ni Ketut,
2010. Vapor-Liquid Equilibrium (VLE) Water-Ethanil From Bulruch Fermentation. Jurnal Teknik Kimia. Vol 5. No 1
Sari, Ni Ketut,
2010. Data Kesetimbangan Uap-Air dan Etanol-Air dari Hasil Fermentasi Rumput
Gajah. Berkala Ilmiah Teknik Kimia.
Vol 1. No 1
Tim Dosen Kimia
Fisik. 2017. Penuntun Praktikum Kimia
Fisik I. Makassar: FMIPA UNM
TUGAS PENUNTUN
1.
Hitung fraksi Phenol dari setiap
campuran Air-Phenol pada percobaan yang anda lakukan
Jawab :
Fraksi mol fenol berdasarkan analisis
data yaitu :
a.
Tabung 1 (4:4) = 0,15
b.
Tabung 2 (4:5) = 0,13
c.
Tabung 3 (4:6) = 0,11
d.
Tabung
4 (4:8) = 0,08
e.
Tabung 5 (4:10) = 0,07
f.
Tabung 6 (2:6,5) = 0,05
g.
Tabung 7 (2:8,5) = 0,04
h.
Tabung 8 (2:10) = 0,03
2.
Hitung temperatur rata-rata terjadinya
perubahan fasa pada setiap campuran air-phenol
Jawab :
a.
Tabung 1 (4:4) = 62,50C
b.
Tabung 2 (4:5) = 540C
c.
Tabung 3 (4:6) = 60,50C
d.
Tabung
4 (4:8) = 640C
e.
Tabung 5 (4:10) = 76,50C
f.
Tabung 6 (2:6,5) = 72,50C
g.
Tabung 7 (2:8,5) = 700C
h.
Tabung 8 (2:10) = 760C
3.
Buat kurva hubungan antara suhu dan
fraksi mol dalam satu diagram fasa
Jawab :
4.
Gambarkan pada diagram fasa yang anda
buat untuk mengetahui pengaruh penambahan larutan NaCl atau CH3OH
pada temperatur kelarutan kritis
Jawab :
(NaCl)
(CH3OH)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar