Jumat, 04 Agustus 2017

Laporan Kimfis Diagram Biner



A. JUDUL PERCOBAAN
            Diagram Biner

B. TUJUAN PERCOBAAN
            Menetapkan (mencari) suhu kelarutan kritis (titik konsulat) sistem biner air-phenol

C. LANDASAN TEORI
             Materi pada dasarnya dapat dibagi dalam beberapa fase, dan menurut informasi terkini fase dari materi dapat diklasifikasikan kedalam solid (padat), cair, gas dan plasma. Ketiga fase dibedakan oleh karena rapat antar molekul yang berbeda yakni rapatan padat lebih tinggi daripada rapatan zat cair dan lebih tinggi daripada rapatan gas :
 padat    > cair    >   gas
Sebagai ilustrasi dalam suatuvolume yang sama akan terdapat lebih banyak molekul pada fasa padat dibandingkan pada cairan dan gas. Pada tekanan konstan, padatan dan cairan memiliki nilai volume yangtergantung pada temperatur yang secara umum dinyatakan dalam persamaan :
V  =  V0  +  T
Dengan V serta V0 berturut-turut adalah volume pada saat 00C dan volume pada saat temperatur T serta  adalah koefisien ekspansi (Fatimah, 2015: 82).
            Sifat-sifat materi pada tiga wujud : gas, cair dan padat. Setiap wujud ini sering disebut fasa (phase), yang merupakan bagian homogen suatu sistem yang bersentuhan dengan bagian sistem yang lain tetapi dipisahkan dengan batas yang jelas. Perubahan fasa (phase changes), yaitu peralihan dari satu fasa ke fasa lain, terjadi bila energi (biasanya dalam bentuk kalor) ditambahkan atau dilepaskan. Perubahan fasa merupakan perubahan fisis yang dicirikan dengan perubahan dalam keteraturan molekul. Molekul-molekul dalam wujud padat memiliki keteraturan tertinggi, dan molekul-molekul dalam fasa gas memiliki keacakan tertinggi (Chang, 2004: 385).
            Komponen (C) adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan komposisi dari fase. Sebagai contoh dalam suatu kesetimbangan :
                                    NH4Cl(s)            NH3(g)       +         HCl
Persamaan kesetimbangan tersebut sebenarnya mempunyai arti adalah NH4Cl yang berada dalam kesetimbangan dengan uapnya (NH3) sehingga sebenarnya sistem terdiri dari satu komponen (C=1). Ketika kedalam NH4Cl kita tambahkan HCl maka akan terjadi reaksi kesetimbangan yang berarti sistem terdiri dari dua komponen (Fatimah, 2015: 85).
                        Jumlah komponen dalam suatu sistem merupakan jumlah minimum dari spesi yang secara kimia independen yang diperlukan untuk menyatakan komposisi setiap fasa dalam sistem tersebut. Cara praktis untuk menentukan jumlah total komponen adalah dengan menentukan jumlah total spesi kimia dalam sistem dikurangi dengan jumlah reaksi-reaksi kesetimbangan yang berbeda yang dapat terjadi antara zat-zat yang ada dalam sistem tersebut. Sebagai contoh kita tinjau sistem yang terdiri dari tiga spesi, yakni PCl5, PCl3 dan Cl2. Sistem memang terdiri dari tiga spesi, tetapi hanya ada dua komponen karena adanya kesetibangan yang terjadi pada sistem tersebut :
                                    PCl5(s)             PCl3              +         Cl2
Dua dari spesi diatas dapat dipilih dan ditentukan jumlah mol masing-masing, jumlah mol spesi ketiga dapat ditentukan melalui keadaan kesetimbangan. Sebagai akibatnya hanya dua spesi yang secara kimia independen, spesi ketiga tidak independen (Rohman, 2000: 162).
                        Sistem komponen tunggal (C=1) secara sederhana tekanan dan temperatur dapat diubah secara bebas jika sistem memuat satu fasa (P=1). Jika kita gunakan F sebagai variabel intensif yang dapat diubah secara bebas atau kita sebut sebagai derajat kebebasan, maka dalam kesetimbangan F=2. Sebagai contoh sistem tunggal yang terdiri dari air murni dalam bentuk cairan (P=1), temperatur (T) dan tekanan (P) dapat diubah-ubah untuk menentukan kondisi kesetimbangannya. Jika temperatur diubah pada tekanan tetap pada suatu titik akan terjadi kesetimbangan fasa cair-uap atau cair-padat (Fatimah, 2015: 85-86).
                        Kurva kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol-air yang dihasilkan dengan bahan baku etanol teknis penyimpangan lebih besar dibandingkan penggunaan bahan baku etanol pro analis, karena etanol teknis mengandung kadar air dan impuritis yang tinggi, sehingga penyimpangan terjadi saat mendekatu titik azeotropik. Kurva kesetimbangan uap-cair sistem biner etanol air hasil penelitian dengan bahan baku etanol teknis mendekati data literatur pada saat variabel berubah 0,2 dna 0,4 fraksi mol etanol (Sari, 2012: 39).
                        Sistem dua komponen disebut sistem biner. Untuk sistem dua komponen, C=2 sehingga aturan fasa f=c-p+2 menjadi f=4-p. Untuk sistem satu fasa p=1 dan f menjadi sama dengan 3, jadi ada 3 variabel intensif independen yang diperlukan untuk menyatakan keadaan sistem tersebut, yakni T, P dan fraksi mol. Biasanya, satu dari ketiga variabel tersebut dibuat tetap, sehingga dua variabel sisanya dapat digambarkan dalam diagram fasa dua dimensi. Variabel yang biasa dipilih tetap adalah P atau T (Rohman, 2000: 169).   
                         Fraksi mol umpan ethanol apabila semakin besar, maka temperatur pada dew point dan bubble point semakin menurun, hal ini disebabkan karena komponen ethanol bersifat volatie dengan titik didih 78,320C mudah menguap, sebaliknya untuk komponen air yang bersifat non-volatile dengan titik didih 1000C. Semakin besar fraksi mol umpan ethanol makin besar, mendekati titk azeotropik yaitu sekitar 0,8 (fraksi mol) komposisi distilat menurun. Jika dibandingkan antara hasil eksperimen dengan data literatur pada range komposisi 0,4 sampai 0,6 mengalami penyimpangan (Sari, 2010: 369).
                        Sistem terdiri dari dua komponen tergantung kestabilan fase terhadap temperatur dan tekanan. Prinsip dasar yang digunakan untuk menguraikan fase suatu zat atau sistem adalah besarnya potensial kimia dari zat atau sistem. Sementara potensial kimia (  ) sendiri merupakan nilai fungsi Gibs molar :
Maka perubahan potensial kimia dapat kita turunkan dari besarnya perubahan fungsi Gibs yang merupakan fungsi dari temperatur (T) dan tekanan (P) :
dG   =  V . dp  -  S . dT
d = Vm . dp  - Sm . dT
Pada kondisi tekanan konstan, besarnya potensial kimia merupakan fungsi dari perubahan temperatur (Fatimah, 2015: 87).
             Parameter sebagai fungsi suhu untuk kesetimbangan uap-cair campuran alkohol primer dengan alkohol rantai C5 telah ditentukan. Parameter ditentukan dari 15 data kesetimbangan uap cair sistem biner campuran alkohol yang telah dipilih. Data yang diperoleh dikorelasikan dengan baik menggunakan model Wilson, NRTL, dan UNIQUAC menggunakan parameter interaksi biner sebagai fungsi suhu (Mustain, 2016: 43).

D. ALAT DAN BAHAN
1.        Alat
a.         Rak tabung reaksi                                                1 buah
b.        Tabung reaksi                                           10 buah
c.         Termometer 1100                                      10 buah
d.        Gelas kimia 1000 ml                                1 buah
e.         Kompor gas                                              1 buah
f.         Kasa asbes                                                1 buah
g.        Penyumbat karet                                      10 buah          
h.        Klem kayu                                                3 buah
i.          Lap kasar                                                  1 buah
j.          Lap halus                                                  1 buah
2.        Bahan
a.         Fenol                                                        ( C6H5OH )
b.        Aquades                                                   ( H2O )
c.         Laruan natrium klorida                            ( NaCl )
d.        Larutan metanol                                       ( CH3OH )      
e.         Aluminium foil
f.         Tissu

E. PROSEDUR KERJA
1.        Campuran fenol dengan air dalam 8 tabung reaksi disiapkan dengan komposisi masing-masing sebagai berikut : tabung 1 (fenol 4 : air 4), tabung 2 (fenol 4 : air 5), tabung 3 (fenol 4 : air 6), tabung 4 (fenol 4 : air 8), tabung 5 (fenol 4 : air 10 ), tabung 6 (fenol 2 : air 6,5), tabung 7 (fenol 2 : air 8,5) dan tabung 8 (fenol 2 : air 10)
2.        Setiap campuran dipanaskan, dimulai tabung 1 dan seterusnya dalam gelas kimia 1000 ml yang berisi air
3.        Maing-masing campuran dikosok sebelum dipanaskan
4.        Suhu campuran dicatat pada saat campuran berubah dari keruh menjadi jernih
5.        Tabung reaksi dikeluarkan dari gelas kimia
6.        Suhu campuran dicatat pada saat campuran berubah dari jernih menjadi keruh
7.        Perlakuan yang sama diulangi untuk tabung 2-8
8.        Untuk mengethaui pengaruh penambahan larutan NaCl atau pada penambahan CH3OH pada temperatur kelarutan kritis (titik konsulat), dilakukan hal berikut :
a.       Campuran antara 4 gram fenol, 6 gram air dan 6 ml larutan NaCl 1 % disiapkan kemudian dipanaskan dan suhunya dicatat pada saat campuran menjadi jernih, dan sebaliknya pada saat menjadi keruh kembali
b.      Percobaan yang sama dilakukan seperti (a) untuk 6 ml CH3OH 1 %
c.       Temperatur pada percobaan (a) dan (b) dibandingkan dengan tabung ke-3

F. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1
Perubahan
Tabung
1
2
3
4
5
6
7
8
t saat menjadi jernih (0C)
70
63
70
80
86
80
89
99
t saat menjadi keruh (0C)
55
45
51
48
67
65
51
53
t rata-rata (0C)
62,5
64
60,5
64
76,5
72,5
70
76
Tabel 2
Perubahan
NaCl
CH3OH
t saat menjadi jernih (0C)
90
87
t saat menjadi keruh (0C)
70
50
t rata-rata (0C)
80
68,5

G. ANALISIS DATA
1. Penentuan fraksi massa campuran phenol-air
Dik : Mr phenol        = 18 g/mol
         Mr air              = 94 g/mol
Dit  : Fraksi ( X ).....?
Penye :
a.         Tabung 1 (4 : 4)
Massa fenol       = 4,000 gram
Volume air        = 4,000 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  4,000 ml
                          = 4,000 gram
                          =  0,22 mol
                          =  0,04 mol
                          =  0,85
                          =  0,15
b.        Tabung 2 (4 : 5)
Massa fenol       = 4,000 gram
Volume air        = 5,000 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  5,000 ml
                          = 5,000 gram
                          =  0,27 mol
                          =  0,04 mol
                          =  0,87
                          =  0,13
c.         Tabung 3 (4 : 6)
Massa fenol       = 4,000 gram
Volume air        = 6,000 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  6,000 ml
                          = 6,000 gram
                          =  0,33 mol
                          =  0,04 mol
                          =  0,89
                          =  0,11
d.        Tabung 4 (4 : 8)
Massa fenol       = 4,000 gram
Volume air        = 8,000 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  4,000 ml
                          = 8,000 gram
                          =  0,44 mol
                          =  0,04 mol
                          =  0,92
                          =  0,08
e.         Tabung 5 (4 : 10)
Massa fenol       = 4,000 gram
Volume air        = 10,000 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  10,000 ml
                          = 10,000 gram
                          =  0,55 mol
                          =  0,04 mol
                          =  0,93
                          =  0,07
f.         Tabung 6 (2 : 6,5)
Massa fenol       = 2,000 gram
Volume air        = 6,5 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  6,5 ml
                          = 6,5 gram
                          =  0,36 mol
                          =  0,02 mol
                          =  0,95
                          =  0,05
g.        Tabung 7 (2 : 8,5)
Massa fenol       = 2,000 gram
Volume air        = 8,5 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  8,5 ml
                          = 8,5 gram
                          =  0,47 mol
                          =  0,02 mol
                          =  0,96
                          =  0,04
h.        Tabung 8 (2 : 10)
Massa fenol       = 2,000 gram
Volume air        = 10,000 ml
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  10,000 ml
                          = 10,000 gram
                          =  0,55 mol
                          =  0,02 mol
                          =  0,96
                          =  0,03
2. Pengaruh penambahan NaCl dan CH3OH
a.         Tabung 1 (NaCl)
Dik : V air         = 6,0 ml
         m fenol     = 4 gram
         Mr NaCl   = 58,5 g/mol
          V NaCl    = 6,0 ml
            air        = 1,00 g/ml
           NaCl   = 1,006 g/ml
Dit :   X air        =.....?
          X fenol    =.....?
          X NaCl    = .....?
Penye :
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  6,0 ml
                          = 6,0 gram
Massa NaCl       =  NaCl    V NaCl
                          = 1,006 g/ml  6,0 ml
                          = 6,0 gram
                          =  0,33 mol
                          =  0,04 mol
                          =  0,10 mol
                          =  0,70
                          =  0,08
X NaCl              = 1 – ( X air + X fenol )
                          = 1 – ( 0,70 + 0,08 )
                          = 0,22
b.        Tabung 2 (CH3OH)
Dik : V air         = 6,0 ml
         m fenol     = 4 gram
         V CH3OH   = 6,0 ml
           air         = 1,00 g/ml
          CH3OH  = 0,79 g/ml
         Mr air        = 18 g/mol
         Mr fenol   = 94 g/mol
Dit :   X air          =.....?
          X fenol      =.....?
          X CH3OH  = .....?
Penye :
Massa air           =  air    V air
                          = 1,00 g/ml  6,0 ml
                          = 6,0 gram
Massa CH3OH  =  CH3COH    V CH3COH
                          = 0,79 g/ml  6,0 ml
                          = 4,7 gram
                          =  0,33 mol
                          =  0,04 mol
                          =  0,15 mol
                          =  0,63
                          =  0,08
X NaCl              = 1 – ( X air + X fenol )
                          = 1 – ( 0,63 + 0,08 )
                          = 0,29

Grafik hubungan fraksi mol dengan suhu kelarutan
Grafik hubungan fraksi mol dengan suhu kelarutan pada penambahan NaCl dan CH3OH
    
              (NaCl)                                                                       (CH3OH)

H. PEMBAHASAN
            Sistem dua komponen biasa disebut sistem biner. Untuk sistem dua komponen, c = 2 sehingga aturan fasa f = c – p + 2 menjadi f = 4-p (Rohman, 2000: 169). Percobaan ini bertujuan menetapkan (mencari) suhu kelarutan kritis (titik konsulat) sistem biner air-phenol. Temperatur kritis adalah batas atas temperatur dimana terjadi pemisahan fasa. Diatas temperatur batas atas, komponen benar-benar bercampur. Temperatur ini ada karena gerakan termal yang lebih besar menghasilkan kemampuan bercampur yang lebih besar pada kedua komponen. Beberapa sistem memperlihatkan temperatur kritis T1c, dimana bahwa temperatur itu kedua komponen bercampur dalam segala perbandingan dan diatas temperatur itu kedua komponen membentuk dua fasa (Atkins, 1999: 211).
            Percobaan ini dilakukan dengan setiap campuran fenol dengan air dengan komposisi 4:4, 4:5, 4:6, 4:7, 4:8, 4:10, 2:6,5, 2:8,5 dan 2:10 dipanaskan. Dari masing-masing campuran air-phenol dapat diperoleh titik kritis (titik konsulat) sistembiner air-phenol. Setiap campuran air-phenol dipanaskan sampai warna larutan menjadi jernih. Air-phenol berfungsi sebagai bahan utama dalam percobaan ini yang bertindak sebagai komponen campuran berbeda fasa. Apabila campuran ini dipanaskan, pada suatu saat kedua lapisan zat cair ini akan membentuk satu fasa, ditandai dengan larutan menjadi jernih diperoleh dengan membaca termometer pada percobaan. Apabila percobaan dilakukan dengan menggunakan sepuluh campuran yang komposisinya berbeda-beda, akan diperoleh 10 titik. Dengan menghubungkan titik-titik ini akan membentuk diagram fasa sistem air-phenol (Tim Dosen Kimia Fisik, 2017: 9). Dilakukannya pemanasan berfungsi untuk menjadikan phenol-air bercampur menjadi satu fasa. Sebelum campuran dipanaskan terlebih dahulu dilakukan pengocokan yang bertujuan untuk mencampur air dan phenol. Adapun suhu yang diperoleh pada tiap tabung reaksi dengan komposisi campuran phenol-air yaitu 700C, 630C, 700C, 800C, 860C, 800C, 890C dan 990C. Setiap tabung yang telah dipanaskan, didinginkan. Proses pendinginan dilakukan hingga larutan berubah dari jernih menjadi keruh kembali. Suhu dicatat ketika campuran berubah kembali menjadi keruh dan dijadikan sebagai suhu dimana terbentuk kembali sistem dua fasa atau air dan phenol yang tidak bercampur. Adapun perubahan yang terjadi diakibatkan zat tersebut mengalami perubahan kelarutan yang dipengaruhi oleh temperatur, yakni pada temperatur 300C-500C campuran ini akan membentuk dua lapisan zat cair (Tim Dosen Kimia Fisik, 2017: 7). Adapun suhu yangd diperoleh 550C, 450C, 510C, 480C, 670C, 650C, 510C dan 530C. Pada percobaan ini fenol dan air tidak bercampur karena keduanya memiliki sifat yang berbeda dimana sifat kepolaran phenol berbeda dengan air yaitu phenol bersifat non polar dana air bersifat polar.
            Percobaan selanjutnya yaitu untuk mengetahui pengaruh penambahan lautan NaCl dan penambahan CH3OH pada temperatur larutan kritis (titik konsulat), Percobaan ini dilakukan dengan campuran phenol : air : NaCl dengan komposisi 4 : 6 : 6 dan dibuat campuran phenol : air : CH3OH dengan komposisi yang sama. Masing-masing campuran dipanaskan sampai kedua zat tersebut berubah dari keruh menjadi jernih yang menandakan bahwa terbentuk sistem satu fas. Setiap campuran didinginkan sampai kedua berubah dari jernih menjadi keruh. Suhu campuran dicatat. Perubahan campuran menjadi keruh menandakan bahwa sistem terbentuk dua fasa.
            Suhu yang diperoleh pada penambahan NaCl yaitu 800C dan suhu yang diperoleh pada penambahan CH3OH yaitu 68,50C. Adapun suhu yang diperoleh pada saat larutan menjadi bening pada penambahan NaCl yaitu 900C sedangkan suhu yang diperoleh pada saat larutan menjadi keruh yaitu 700C. Hal ini disebabkan karena NaCl bersifat ionik dimana NaCl hanya larut dalam air dan tidak larut dalam phenol. Akibatnya kelarutan phenol dalam air berkurang, titik c akan bergeser kekiri dan titik b akan bergeser kekanan. Oleh karena itu, dibutuhkan suhu yang tinggi untuk air dan phenol agar dapat menjadi satu fasa. Diman hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori tersebut (Tim Dosen Kimia Fisik, 2017: 9).
            Penambahan CH3OH diperoleh suhu larutan pada saat menjadi jernih yaitu 870C dan suhu pada saat larutan menjadi keruh yaitu 500C. Adapun suhu yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan ketika tidak ditambahkan CH3OH (pada tabung 3) dan lebih rendah daripada penambahan  NaCl. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori (Tim Dosen Kimia Fisik, 2017: 9) yang mengatakan bahwa CH3OH bersifat semi polar, yakni CH3OH dapat larut dalam air dan dapat pula larut dalam phenol. Akibatnya kelarutan phenol dalam air bertambah sehingga suhu yang diperlukan agar sistem biner air-phenol menjadi satu fasa tidak terlalu tinggi.
            Analisis data yang diperoleh yaitu fraksi mol dari setiap komposisi pada fenol yaitu 0,15 : 0,13 : 0,11 : 0,08 : 0,07 : 0,05 : 0,04 dan 0,03. Sedangkan fraksi mol air yaitu 0,85 : 0,87 : 0,89 : 0,92 : 0,93 : 0,95 : 0,96 dan 0,96. Dari fraksi mol fenol diperoleh 8 titik yang dapat membentuk diagram yang menunjukkan titik kritis (titik konsulat). Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa semakin tinggi suhu, persentase berat phenol dalam larutan semakin menurun sedangkan persentase berat air semakin meningkat, karena apbila temperatur ditingkatkan, kelarutan juga akan berubah.

I. KESIMPULAN
            Suhu kelarutan kritis (titik konsulat) sistem biner phenolair yang diperoleh yaitu 76,50C. Pada saat ditambahkan NaCl suhu kelarutan kritis meningkat yaitu 800C sedangkan pada saat ditambahkan CH3OH suhu kelarutan kritis menurun yaitu 68,50C.

J. SARAN
            Diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar lebih berhati-hati pada saat memanaskan campuran dan lebih teliti lagi pada saat membaca termometer.





DAFTAR PUSTAKA

Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga

Fatimah, Is. 2015. Kimia Fisika. Yogyakarta: Deepulish

Mustain, Asalil., Anang Takwanto dan Dhoni Hartanto. 2016. Parameter Interaksi Biner Kesetimbangan Uap-Cair Campuran Alkohol untuk Optimasi Proses Pemurnian Bioetanol. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. Vol 5. No 2. Hal 37-44

Rohman, Ijang dan Sri Mulyani. 2000. Kimia Fisika I. Bandung: JICA

Sari, Ni Ketut, 2010. Vapor-Liquid Equilibrium (VLE) Water-Ethanil From Bulruch Fermentation. Jurnal Teknik Kimia. Vol 5. No 1

Sari, Ni Ketut, 2010. Data Kesetimbangan Uap-Air dan Etanol-Air dari Hasil Fermentasi Rumput Gajah. Berkala Ilmiah Teknik Kimia. Vol 1. No 1

Tim Dosen Kimia Fisik. 2017. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Makassar: FMIPA UNM























TUGAS PENUNTUN

1.        Hitung fraksi Phenol dari setiap campuran Air-Phenol pada percobaan yang anda lakukan
Jawab :
Fraksi mol fenol berdasarkan analisis data yaitu :
a.         Tabung 1 (4:4) = 0,15
b.        Tabung 2 (4:5) = 0,13
c.         Tabung 3 (4:6) = 0,11
d.        Tabung  4 (4:8) = 0,08
e.         Tabung 5 (4:10) = 0,07
f.         Tabung 6 (2:6,5) = 0,05
g.        Tabung 7 (2:8,5) = 0,04
h.        Tabung 8 (2:10) = 0,03
2.        Hitung temperatur rata-rata terjadinya perubahan fasa pada setiap campuran air-phenol
Jawab :
a.         Tabung 1 (4:4) = 62,50C
b.        Tabung 2 (4:5) = 540C
c.         Tabung 3 (4:6) = 60,50C
d.        Tabung  4 (4:8) = 640C
e.         Tabung 5 (4:10) = 76,50C
f.         Tabung 6 (2:6,5) = 72,50C
g.        Tabung 7 (2:8,5) = 700C
h.        Tabung 8 (2:10) = 760C
3.        Buat kurva hubungan antara suhu dan fraksi mol dalam satu diagram fasa
Jawab :
4.        Gambarkan pada diagram fasa yang anda buat untuk mengetahui pengaruh penambahan larutan NaCl atau CH3OH pada temperatur kelarutan kritis
Jawab :
    
              (NaCl)                                                                       (CH3OH)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar