A. JUDUL
PERCOBAAN
Pembuatan
dan Sifat Koloid
B. TUJUAN
PERCOBAAN
Mempelajari cara pembuatan dan
sifat-sifat koloid.
C. LANDASAN
TEORI
Analisis
kalitatif kadang-kadang terjadi bahwa suatu zar tak muncul sebagai endapan
ketika pereaksi-pereaksi terdapat dalam konsentirasi sedemikian sehingga
hasilkali kelarutan zat itu telah jenuh dilampaui, dan telah diambil
tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinha keadaan lewat-jenuh dari larutan
tersebut. Larutan sejati, yaitu larutan dengan partikel-partikel yang mempunyai
dimensi seperti molekul, tak memperlihatkan efek Tyndall. Jadi jelas, bahwa
reaksi sudah berlangsung membentuk arsenik (III) sulfida, tetapi
partikel-partikel berada dalam keadaan yang begitu halus sehingga tak muncul
sebagai endapan. Partikel-partikel ini ada dalam koloid atau larut dalam koloid
(Svehla,1985:91).
Efek Tyndall
adalah adanya gejala penghamburan berkas cahaya oleh partikel-partikel koloid.
Apabila seberkas cahaya dijatuhkan kedalam sistem koloid, maka cahaya akan
dihamburkan. Apabila seberkas cahaya dijatuhkan kedalam sistem larutan, maka
cahaya akan diteruskan. Dalam kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat diamati
pada sorot lampu mobil pada malam yang berkabut atau sorot lampu proyektor
dalam gedung bioskop (Ari,2008:2).
Partikel koloid
merupakan partikel diskrit yang terdapat dalam suspensi air baku, dan partikel
inilah yang merupakan penyebab utama kekeruhan. Stabilitas koloid tergantung
pada ukuran koloid serta muatan elektrik yang dipengaruhi oleh kandungan kimia
pada koloid dan pada media dispersi (sepertikekuatan ion, pH dan kandungan
organik dalam air). Dengan penambahan koagulan, kestabilan koloid dapat
dihancurkan sehingga partikel koloid dapat menggumpal dan membentuk partikel
dengan ukuran yang lebih besar, sehingga dapat dihilangkan pada unit
sedimentasi (Rachmawati,2009:40).
Thomas Graham
(1805-1809), dalam penyelidikannya mengenai difusi larutan melalui membran
telah membedakan koloid dan kristaloid. Dari pengamatannya, ternyata partikel
zat dalam larutan ada yang berdifusi cepat dan lambat. Zat-zat yang mudah
berdifusi umumnya membentuk kristal dalam keadaan padat, sehingga ia
menyebutnya kristalodi. Contohnya NaCl dalam air. Istilah ini tidak populer
karena ada zat yang bukan kristal tetapi mudah berdifusi misalnya seperti HCl
dan
. Sedangkan zat-zat yang sukar berdifusi
seperti lem, agar-agar, putih telur dinamakan koloid. Menurut Graham kecepatan
difusi suatu zat dipengaruhi oleh massa partikelnya. Makin besar massa partikel
makin kecil kecepatan difusinya. Ada hubungan antara massa partikel dan ukuran
partikel. Bila massa partikel besar berarti ukurannya besar, demikian
sebaliknya jia ukuran besar maka massa partikel juga besar (Yazid,2015:189).
Penelitian lebih lanjut
terhadap larutan koloid arsenik (III) sulfida menyingkapkan sifat-sifat lain
yang istimewa. Ketika larutan dicoba untuk disaring, partikel itu ternyata
lolos menembus kertas saring, juga jika larutan koloid itu didiamkan beberapa
lama, tak nampak penurunan endapan kedasar bejana yang berarti juga tak terjadi
pengendapan setelah dikocok dengan arsenik (III) sulfida padat, sehingga
terhapuslah kemungkinan bahwa larutan adalah lewat jenuh. Namun, penambahan
larutan alumunium sulfat, misalnya langsung menimbulkan pengendapan arsenik
(III) sulfida meskipun tak ada reaksi yang nampak antara ion-ion
atau
dengan ion-ion lainnya yang ada dalam larutan
(Svehla,1985:91-92).
Perbedaan nyata antara
koloid dan kritaloid adalah ukuran partikelnya. Berdarsarkan ukuran partikel
ini, campuran zat dapat dibedakan menjadi tiga : pada kristaloid ukuran
partikelnya lebih kecil dari 1 nm
. Pada koloid, diamter partikelnya antara
1nm-100 nm. Ukuran partikel sangat kecil, sehingga tidak dapat diamati oleh
mikroskop, dan dapat melalui kertas
saring maupun membran. Partikel koloid ukurannya terletak antara karutan dan
suspensi, sehingga masih cukup kecil untuk menembus kertas saring biasa, tetapi
cukup besar untuk melewati membran atau filter ultra. Berbeda dengan larutan,
partikel koloid dapat terlihat dengan mikroskop ultra (Yazid,2015:189).
Larutan dari suatu zat
yang sukar larut untuk mendapatkan laritannya selain menguatur ukuran partikel
juga memakai surfaktan, yang berfungsi sebagai pembasuh, pengemulsi,
pensolubilisasi, detergen dan anti busa. Oleh sebab itu, sangat menarik untuk
mevariasikan ukuran partikel untuk diformulasi dalam bentuk dispersi cair
kolodi (solubilisasi). Diantara surfaktan yang dapat digunakan sebagai
pensolubilisasi, larutan yang dapati digunakan adalah surfaktan non ionik,
salah satunya adalah brij 35 yang stabil dalam suasana asam maupun basa dan
bersifat netrak dalam air (Febriyenti,2013:13).
Peneliti lain juga
telah melakukan investigasi terhadap beberapa jenis material yang mempunyai
fungsi sebagai anti bakteri. Material-material tersebut diantaranya adalah
tembaga, seng, titanium, magnesium dan emas, alginat dan silver (perak). Koloid
silver secara khusus sangat menarik karena memiliki sifat yang khas dan
merupakan konduktivitas yang baik, stabil secara kimiawi dan dapat berfungsi
sebagai katalis (Saputra,2011:203).
Keadaan koloid bahan
ditandai oleh ukuran-ukuran partikelnya yang terletak dalam daerah tertentu,
yang mengakibatkan sifat-sifat khas tertentu dapat terlihat. Sifat koloid
umumnya diperlihatkan oleh zat-zat yang ukuran-ukuran partikelnya terletak
dalam batas antara 0,2
m dan 5 nm
dan
m). Kertas saring biasa akan menahan partikel-partikel
sampai diameter 10-20
m
m), sehingga larutan koloid, sama seperti
larutan sejati, akan lolos melalui lertas saring biasa (ukuran ion adalah pada
tingkat (order) 0,1 nm =
m). Batas penglihatan di bawah mikroskop
adalah sekitar 5-10 nm
m). Karena itu larutan koloid bukanlah
larutan sejati. Penelitian lebih seksama menunjukkan bahwa larutan ini tak
homogen, tetapi terdiri dari suspensi partikel-partikel padat atau cairan dalam
suatu cairan. Campuran semacam ini dikenal sebagai sistem dispersi, cairannya
(biasanya air dalam analisis kualitatif) disebut medium dispersi dan koloidnya
disebut dengan fase dispersi (Svehla,1985:92).
Sistem dispersi adalah
sistem dimana suatu at terbagi halus atau terdispersi dalam zat lain. Koloid
merupakan suatu sistem dispersi karena terdiri dari dua fasa, yaitu fase terdispersi
(fasa yang tersebar halus) yang diskontinu dan fasa pendispersi yang kontinu.
Fase terdispersi umunnya memiliki jumlah yang lebih kecil atau mirip dengan zat
terlarutdan fasa pendispersi jumlahnya lebih besar atau mirip pelarut pada
suatu larutan. Pada contoh dispersi tanah liat, partikel tanah liat adalah fase
terdispersi sedangkan air merupakan fase pendispersinya. Larutan sejati tidak
termasuk sistem dispersi karena terdiri dari satu fasa. Baik fasa terdispersi
maupun fasa pendispersi dapat berupa gas, cair atau padat. Dengan demikian
terdapat 8 macam sistem koloid dari 9 macam kombinasi-kombinasi jeadaan yang
mungkin. Sistem gas-gas bukan termasuk sistem koloid keduanya bercampur secara
homogen atau satu fasa (Yazid,2015:190).
Sistem koloid, dimana
suatu cairan merupakan medium dispersinya sering dinamakan sol, untuk membedakannya
dari larutan sejati : sifat cairan itu ditunjukkan dengan menggunakan awalan,
misalnya akuasol, alkosol, dan seterusnya. Zat padat yang dihasilkan pada
koagulasi atau flokulasi suatu sol disebut gel, tetapi sekarang nama ini
umumnya terbatas untuk kasus dimana seluruh sistem mengeras menjadi suatu
keadaan semi-padat, tanpa adanya sedikitpun cairan seupernatan pada mulanya.
Beberapa pengarang memakai kata gel untuk meliputi endapat-endapan yang mirip
gelatin, seperti alumunium hidroksida dan besi (III) hidroksida yang terbentuk
dari sol, sementara yang lainnya menyebutnya sebagai koagel. Proses
mendispersinya zat padat yang telah berflokulasi atau gel (atau koagel) dengan
membentu larutak kolodi, disebut peptisasi (Svehla,1985:93).
Pembuatan partikel koloid
terbagi atas dua cara, yakni cara kondensasi dan dispersi. Pada cara
kondensasi, molekul-molekul diubah menjadi partikel koloid, sedangkan cara
dispersi partikel-partikel besar diubah menjadi partikel-partikel dengan ukuran
kolid. Cara kondensasi umunnya terjadi dalam reaksi hidrolisis, reaksi
penggantian maupun reaksi redoks. Sedangkan pada cara dipersi, gumpalan zar
besar diperkecil dengan cara penggilingan atau penggerusan, pengadukan atau
pengocokan (Tim Dosen Kimia Dasar,2016:10).
Larutan koloid dapat dibagi secara kasar dalam
dua golongan utama, yang dinamai liofob (bahasa Yunani : benci pelarut) dan
liofil (bahasa Yunani : suka pelarut). Bila air merupakan medium dispersinya,
istilah yang dipakai adalah hidrofob dan hidrofil. Sifat-sifat utama dari
setiap golongan diikhtisarkan tetapi perlu ditekankan bahwa pembedaan ini
tidaklah mutlak, karena sebagian koloid, terutama sol-sol hidroksida-hidroksida
logam, menunjukkan sifat-sifat pertengahan (Svehla,1985:93).
D. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Gelas
kimia 100 mL 4
buah
b. Gelas
kimia 250 mL 1
buah
c. Cawan
penguap 1buah
d. Pembakar
spirtus 1
buah
e. Kaki
tiga/ kassa asbes 1
buah
f. Gelasukur
10 ml 2
buah
g. Labu
Erlenmeyer tutup 250 mL 1
buah
h. Tabung
reaksi 6
buah
i. Rak
tabung 1
buah
j. Penjepit
tabung 1
buah
k. Batang
pengaduk 1
buah
l. Corong
biasa 1
buah
m. Stopwatch
1
buah
n. Botol
semprot 1
buah
o. Lumpang
dan alu 1
buah
p. Pipet
tetes 6
buah
q. Lap
kasar 1
buah
r. Lap
halus 1
buah
2. Bahan
a. Larutan
besi (III) klorida jenuh
b. Larutan
perak nitrat encer (AgNO3)
c. Larutan
Natrium klorida encer (HCl)
d. Larutan
asam nitrat (HNO3)
e. Larutan
kasium asetat ((CH3COO)2Ca)
f. Benzena
(C6H6)
g. Larutan
etanol
h. Aquades (H2O)
i. Larutan
iod (I2)
j. Air
sabun (Natrium Oleat)
k. Tepung
kanj (Amilum)
l. Gula
pasir kotor(C6H12O6)
m. Nori (Karbon Aktif )
n. Tissue
o. Kertas
saring
p. Label
E. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan
koloid (FeOH3)3
a. 25
mL air dipanaskan sampai mendidih
b. Lalu
ditambahkan setetes demi setetes larutan
jenuh,
c. Kemudian
diaduk sampai menjadi merah cokelat.
2. Koagulasi
a. 50
mL air dimasukkan kedalam gelas kimia a, dan 25 mL air dimasukkan kedalam gelas
kimia b,
b. Lalu
ditambahkan 1 mL AgNO3 lalu dimasukka nlagi 1 mL NaCl dan yang
terakhir dimasukkan 5 mL HNO3, pada kedua gelas kimia tersebut,
salah satu gelas kimia tersebut didiamkan dan satunya lagi dipanaskan sampai
mendidih,
c. Kemudian
dibandingkan kecepatan koagulasi dari ke 2 peristiwa tersebut.
3. Dispersi
a. Satu
sendok teh amilum diambil dan dicampurkan dengan 10mL air dalam satu gelas
kmia.,kemudian diaduk dengan batang pengaduk lalu disaring dengan kertas
saring.
b. Satu
sendok the amilum diambil dan digerus sampai halus dengan menggunakan lumping
dan alu dan dimasukkan 10mL air, kemudian disaring dengan kertas saring.
c. Filtrat
a dan Filtrat b, dibandingkan lalu pada Filtrat b di tambahkan larutan iod.
4. Emulsi
a. Pada
tabung reaksi yang bersih dimasukkan 1 mL benzena, lalu dimasukkan 10m Lair,
kemudian dikocok, lalu dihitung waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan ke 2 zat
menjadi 2 lapisan kembali.
b. Tabung
tersebut diisi dengan 15 tetes natrium oleat (air sabun ) kemudian dikocok,
lalu diletakkan di tabung reaksi , tunggu 10-15 menit sampai ke 2 zat menjadi 3
lapisan.
5. Pembuatan
gel
a. 1,5
mL larutan kalsium asetat dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu 8,5 mL larutan
etanol 95% dimasukkan kedalam tabung reaksi lain.
b. Kemudian
larutan tersebut dicampur kandalam suatu wadah gelas kimia secara bersama.
c. Lalu
akan terbentuk gel dan gel yang terbentuk dimasukkan kedalam cawan penguap lalu
dibakar.
6. Adsorbsi
a. 1
sendok gula pasir kotor dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 10 mLair.
b. Lalu
ditambahkan setengah sendok norit kedalam tabung reaksi
c. Kemudian
tabung reaksi diletakkan di dalam bejana yang berisi air panas, lalu tabung
reaksi dikocok berkali kali selama 10 menit
d. Kemudian
disaring pada tabung reaksi yang bersih lalu dibandingkan warna larutan dengan
larutan sebelumnya.
F. HASIL PENGAMATAN
No.
|
Perlakuan
|
Hasil
|
1.
|
Pembuatan (FeOH3)3
FeCl3 + H2O panas
|
Warna larutan dari bening menjadi kecoklatan
|
2.
|
Koagulasi
- 25 mL air + 1 mL AgNO3
- 25 mL air + 1 mL AgNO3 r + 1 mL
NaCl
- 25 mL air + 1
mL AgNO3 + 1 mL NaCl encer + 5 mL HNO3
-larutan 2
dipanaskan
- larutan 1
didiamkan
|
-
bening
-
larutan keruh
-
larutan keruh
-
mengalami
endapan ±5,30 menit
-
mengalami
endapan ±7,30 menit
|
3.
|
Dispersi
- 10 mL H2O
+ 1 sendok amilum
- 10 mL H2O
+ 1 sendok amilum (digerus)
- filtrat b
ditambah 20 tetes larutan iod
|
- Larutan
berwarna bening (tidak berwarna ) setelah disaring
- Larutan
menjadi keruh
-
larutan berubah
warna menjadi biru
|
4.
|
Emulsi
- 1 mL C6H6
+10 mL H2O dikocok
- campurkan
larutan dengan larutan natrium oleat (beberapa tetes)
- Kocok lalu diamkan 10 menit
|
- Terbentuk 2 lapisan, lapisan atas
benzene (C6H6) lapisan
bawah air (H2O)
- larutan keruh
-
benzene dan air
menyatu
|
5.
|
Pembuatan gel
-
1,5 kalsium
asetat jenuh (CH3COO)2Ca + 8,5 etanol 95%
-
gel dipanaskan
|
-
terbentuk gel
berwarna bening
-
serbuk
(memadat) putih
|
6.
|
Adsorbsi
-
1 sendok gula
pasir merah + 10 mL air
-
1 sendok gula
pasir merah + 10 mL air + norit
-
larutan
didiamkan 10 menit
-
larutan
disaring
|
-
lautan keruh
kemerahan
-
larutan
berwarna hitam pekat
-
terdapat
endapan hitam
-
larutan bening
|
G. PEMBAHASAN
1. Pembuatan
koloid Fe(OH) 3
Koloid adalah suatu
bentuk campuran yang keadannya terletak antara larutan dan suspensi. Secara
makroskopis koloid tampak homogen, tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra
akan tampak heterogen, maka dapat dibedakan atas komponennya. Larutan ialah
campuran homogen dari dua zat atau lebih. Sistem larutan sejati adalah sistem
dimana terjadi pencampuran secara homogen antara komponen-komponennya.
Sedangkan suspensi adalah sistem campuran yang tidak saling bercampur secara
homogen sehingga dapat dibedakan secara jelas komponen-kompone penyusunnya (Tim
Dosen Kimia Dasar,2016:9).
Percobaan pembuatan
koloid ini, FeCl3 berfungsi sebagai bahan dasar pembentukan sol
Fe(OH) 3 yang direaksikan dengan air panas yang berfungsi untuk
mempercepat reaksi kimia dalam pembuatan koloid Fe(OH)3, sehingga
reaksi persamaannya yaitu :
FeCl3
(aq) + 3H2O (aq) Fe(OH)
3 (koloid) + 3HCl (aq)
Pada reaksi diatas maka akan
menghasilkan uji positif yang berbentuk
sol Fe(OH) 3 yang berwarna
merah coklat, perubahan warna menjadi merah coklat membuktikan bahwa pada
percobaaan tersebut koloid telah terbentuk. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa partikel Fe(OH) 3
yang terbentuk adalah partikel koloid yang dapat menggumpal karena ukuran
partikel yang lebih besar untuk mengendap (Rachmawati,2009:40).
2. Koagulasi
Suatu koloid bila dibiarkan dalam waktu
tertentu akan tergantung oleh gaya gravitasi bumi, sehingga antara partikel
dapat saling bergabung membentuk gumpalan yang akan mengendap didasar wadah.
Peristiwa pengendapan atau penggumpalan partikel-partikel koloid ini disebut
koagulasi (Yazid,2015).
Percobaan
yang dilakukan digunakan 2 buah gelas
kimia yang masing-masing diisi dengan
H2O, AgNO3, NaCl encer dan HNO3
encer. Fungsi penambahan AgNO3
dan NaCl yaitu bahan baku pereaksi yang menghasilkan endapan adapun HNO3
yang digunakan pada percobaan ini berfungsi sebagai katalisator dimana HNO3 akan mengikat
Ag+ dalam AgCl yang berlebih sehingga
yang dapat mengendap. Selanjutnya gelas kimia pada percobaan 1 didiamkan, dan tabung
kedua dipanaskan. Pemanasan ini berfungsi untuk membandingkan kecepatan
koagulasi yang terjadi pada kedua campuran larutan tersebut. Sehingga hasil
yang diperoleh yaitu, pada gelas kimia ke dua lebih cepat terbentuk endapan
pada menit ke 05.30 daripada tabung pertama yang terbentuk endapan pada menit
ke 07.30. Hal ini membuktikan bahwa proses pemanasan dapat mempercepat reaksi
pembentukan koagulasi karena adanya kenaikan suhu akibat pemanasan sehingga
jumlah tumbukan antara partikel dengan molekul air bertambah banyak. Reaksi
yang terjadi pada percobaan ini yaitu :
AgNO3(aq)
+ NaCl
AgCl + NaNO3
3.
Dispersi
Dispersi
adalah suatu proses pembuatan koloid dimana partikel-partikel besar diubah
menjadi partikel-partikel dengan ukuran koloid. Pada cara dispersi, gumpalan
zat besar diperkecil dengan cara penggilingan/penggerusan, pengadukan atau
pengocokan (Tim Dosen Kimia Dasar,2016:10). Uji positif pada percobaan ini
adalah larutan berubah warna menjadi biru. Pada percobaan ini dilakukan dengan
dua perlakuan. Perlakuan pertama yaitu mengambil satu sendok amilum ditambahkan
H2O kemudian diaduk dan disaring sehingga hasil yang didapatkan
larutan jernih. Adapun fungsi pengadukan pada perlakuan pertama untuk
melarutkan amilum dalam air. Perlakuan kedua yaitu satu sendok amilum yang
telah digerus ditambahkan dengan aquades lalu disaring. Fungsi dari pengerusan
amilum pada perlakuan kedua ini yaitu untuk menghaluskan amilum. Sehingga
ukuran partikel koloidnya berubah menjadi lebih halus. Setelah disaring,
tetes larutan iod ditambahkan,
dimana larutan iod tersebut berfungsi
untuk menguji kandungan amilum yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna.
Hasil yang diperoleh sesuai dengan uji positif yaitu larutan berubah warna
menjadi biru, hal ini menandakan dalam larutan tersebut terdapat amilum. Reaksi
yang terjadi yaitu :
Amilum
+ H2O Larutan
keruh
Amilum
+ H2O + I2 Larutan berwarna
ungu
4. Emulsi
Emulsi adalah sistem koloid dimana
suatu zat cair didispersikan pada zat cair yang lain (yang tidak saling
melarutkan) sehingga membentuk suatu campuran.Campuran yang dimaksud terdiri
dari dua fase yang berbeda yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi. Fase
terdispersi yakni partikel-partikel koloidnya. Sedangkan fase pendispersi yaitu
dimana terdapat partikel-partikel koloid. pada sistem koloid bila dilakukan
pencampuran akan saling mencampur tetapi setelah didiamkan dalam waktu yang
cukup lama akan terjadi sedikit pemisahan kembali komponen-komponen yang
dicampurkan (Tim Dosen Kimia Dasar,2016:10).
Pada percobaan ini 1 mL benzena ditambahkan dengan 10 mL air lalu diaduk
sehingga menghasilkan campuran terbentuk menjadi dua lapisan, pada lapisan atas
terdapat benzena, dan pada lapisan bawah terdapat air. Hal ini terjadi karena
adanya perbedaan massa jenis antara bennzena dan air, dimana massa jenis
benzena lebih kecil yaitu 0,876 g/cm3 daripada massa jenis air yaitu
1 g/cm3. Selanjutnya ditambahkan 15 tetes natrium oleat yang
berfungsi sebagai pengemulsi yang menyatukan larutan yang awal larutan pisah
kemudian menyatu kembali. Larutan dikocok
lalu didiamkan. Hasil yang diperoleh yaitu antara benzena dan air yang
terpisah tadi menyatu kembali setelah ditambahkan natrium oleat. Reaksi yang
terjadi adalah :
C6H6
+ H2O larutan 2 lapisan dimana diatas benzena
dan dibawah air
C6H6
+ H2O + air sabun
larutan bercampur dan keruh
5. Pembuatan Gel
Pembuatan gel adalah proses
pengendapan sol yang perubahannya berlangsung secara perlahan-lahan. Pada
percobaan yang dilakukan yaitu larutan kalsium asetat ditambahkan larutan
etanol kemudian dimasukkan secara
bersamaan pada labu erlenmeyer bertutup asa dan kemudian didiamkan maka akan
menghasilkan gel. Penutupan ini berfungsi agar gel dapat dengan mudah
terbentuk. Adanya pembentukan gel ini disebabkan karena sol mengadsorbsi medium
pendispersinya sehingga sehingga terjadi koloid yang padat. Kemudian dipanaskan
maka akan terbentuk serbuk putih dikarenakan pada saat pemanasan
molekul-molekul air pada gel tersebut akan menguap karena tingginya suhu pada
proses pemanasan tersebut. Reaksi yang terjadi yaitu :
Ca(C2H3OO)2 + C2H5OH 2Ca(CH3COO)C2H5
+
H2O
(kalsium asetat) (etanol) (etil asetat) (air)
6. Adsopsi
Partikel kolid mempunyai permukaan luas,
sehingga mempunyai daya adsorpsi yang besar. Adsorpsi adalah peristiwa
penyerapa suatu zat, ion atau molekul yang melekat pada permukaan (Yazid,
2015). Pada percobaan ini air ditambahkan 1 sendok gula pasir merah kemudian
ditambahkan ½ sendok norit yang berfungsi untuk mengikat zat kotor sehingga zat
kotor pada gula akan diserap oleh norit. Adapun warna larutan yang telah
ditambahkan norit berwarna hitam pekat. Kemudian larutan didiamkan kemudian di
saring. Penyaringan ini berfungsi untuk memperoleh larutan jernih dari campuran
gula kotor dan norit. Hasil yang didapatkan yaitu larutan menjadi bening.
Reaksi yang terjadi yaitu :
C12H23O11
+ H2O + Norit
2C6H12O6 (larutan hitam pekat)
H. KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa cara pembuatan dan sifat koloid terbagi
atas koagulasi yang berristiwa pengendapan atau penggumpalan
partikel-partikel koloid, dispersi adalah suatu proses pembuatan koloid dimana
partikel-partikel besar diubah menjadi partikel-partikel dengan ukuran koloid,
emulsi yaitu fasa pendispersi dan dan fasa terdispersi, pembuatan
gel adalah proses pengendapan sol yang perubahannya berlangsung secara
perlahan-lahan., dan Adsorpsi adalah
peristiwa penyerapa suatu zat, ion atau molekul yang melekat pada permukaan.
2. Saran
Diharapkan kepada praktikan
selanjutnya agar lebih menguasai prosedur kerja yang akan dipercobakan agar
tidak terjadi kesalahan pada saat percobaan dilakukan
DAFTAR PUSTAKA
Ari
A, Andian.2008. Bahan Ajar Kimia Dasar.
Yogyakarta:Universitas Negeri Yogyakarta
Febriyanti.,
Auzal Halim., dan Nelvianti.2013. Pengaruh Ukuran Partikel Terhadap
Solubilisasi Metronidazol dengan Menggunakan Brij 35. Jurnal Farmasi
Andalis. Vol.1 No.1
Rachmawati.,
Bambang Iswanto., dan Winarni.2009. Pengaruh pH Pada Proses Koagulasi Dengan
Koagulan Alumunium Sulfat dan Ferri Klorida. Jurnal Teknologi Lingkungan.
Vol.5 No.2
Saputra,
Asep Handaya.,dkk.2011. Preparasi Koloid Nanosilver Dengan Berbagai Jenis
Reduktor Sebagai Bahan Anti Bakteri. Jurnal Sains Materi Materi
Indonesia. Vol.12 No.3
Svehla,G.1985.
Vogel Analisis Anorganik Kualitatif Edisi Kelima.
Jakarta: PT Kalman Media Pusaka
Tim
Dosen Kimia Dasar.2016. Penuntun Praktikum Kimia Dasar
Lanjut. Makassar: FMIPA UNM
Yazid,
Estien.2015. Kimia Fisika. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar